Inibaru.id - Tanpa penanganan yang baik, makanan sisa yang dibuang sembarangan acap menjadi masalah serius di sebuah permukiman. Bukan cuma karena baunya yang busuk, sampah organik itu juga bisa mengundang tikus atau lalat yang berpotensi menimbulkan masalah kesehatan warganya.
Nah, untuk mencegah kemungkinan makanan sisa dibuang sembarangan, sebuah bank sampah di Kampung Tiber, tepatnya di RT 3 RW 5 Kelurahan Sarirejo, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang, Jawa Tengah, menginisiasi pengelolahan sampah organik menjadi kompos.
Pengelolaan sampah organik menjadi salah satu program bank sampah yang didirikan Budi Hartojo sekitar 10 tahun lalu ini. Selain itu, bank sampah bernama "Berkah" tersebut juga mengelola sampah anorganik. Sampah berupa botol plastik, kardus, dll ini dijual atau dijadikan kerajinan tangan.
Sultoni, Wakil Ketua Bank Sampah Berkah mengungkapkan, kompos yang dibuat dari makanan sisa tersebut diletakkan langsung pada pot-pot tanaman warga. Caranya, botol plastik bekas diletakkan pada pot dalam posisi terbalik, lalu makanan sisa dimasukkan ke dalamnya.
"Botol bekas harus sudah dilubangi, lalu dibalik. Nah, makanan sisa kemudian dimasukkan ke dalamnya," terang lelaki 50 tahun tersebut di kediamannya, belum lama ini.
Untuk menghasilkan kompos yang bagus, Sultoni melanjutkan, botol yang sudah diisi sampah organik itu harus rutin dikocori air bekas cucian beras alias leri secara rutin. Pemberian leri sebaiknya saban pagi per dua hari sekali.
"Cairan dari botol, yang keluar setiap hari, adalah kompos cair yang bagus untuk tumbuhan," papar Sultoni. "Setelah tiga bulan, barulah kompos padat bisa dipanen."
Mendirikan Koperasi Simpan Pinjam
Sejak berdiri pada 2012 lalu, Bank Sampah Berkah telah menelurkan berbagai program sehubungan dengan pemanfaatan dan daur ulang limbah rumah tangga. Beberapa program bahkan mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah, salah satunya penjualan sampah anorganik seperti kardus dan botol.
Sultoni mengatakan, sampah-sampah anorganik yang dikumpulkan warga dijual ke pengepul atau dibikin kerajinan. Dari hasil penjualan tersebut, maksimal dua bulan mereka bisa menghasilkan sekitar Rp700 ribu.
Pendapatan tersebut, dia melanjutkan, digunakan untuk keperluan umum di RT tersebut, misalnya membeli CCTV, monitor, sound system, atau palang pintu. Selain itu, uang yang terkumpul juga dipakai untuk koperasi simpan pinjam (KSP) di RT tersebut.
"Warga yang membutuhkan bisa meminjam uang tersebut dengan skema pembayaran mengangsur selama tiga bulan. Besarnya selisih pinjaman dengan angsuran tergantung pada kesepakatan bersama," tutur Sultoni.
Ide yang sungguh menarik ya, Millens! Kalau ada niat dan kegigihan, kamu juga bisa bikin bank sampah sendiri di sekitar lingkungan tempat tinggalmu, kok. (Fitroh Nurikhsan/E03)