Inibaru.id – Jika penjual bakso biasa memberi tanda dengan denting mangkok yang beradu dengan sendok, tukang siomay dengan kentongan bambunya, gimana penjual kue putu memberi tahu pelanggannya? Yap, tentu saja dengan suara "peluit"-nya yang khas, melengking mirip tangisan!
Oya, meski dianggap Indonesia banget, kue putu bukan asli Tanah Air, lo. kue yang terbuat dari tepung beras yang dikukus itu dipercaya lebih dulu dikenal di daratan Tiongkok. Inilah alasan kenapa kue tersebut juga bisa kamu temukan di negara lain seperti Singapura dan Malaysia.
Di China Silk Museum, kamu bisa kok melihat sejarah yang menyebut kue putu sudah dijadikan sarapan di Tiongkok pada abad ke-16. Bahkan, diperkirakan kue ini sudah dikenal masyarakat Dinasti Ming, yang berangka tahun sekitar abad ke-13.
Pada zaman itu, kue ini dikenal dengan nama Xian Roe Xiao Long yang artinya adalah kue dari tepung beras. Laiknya kue putu di Indonesia, adonan tepung beras dimasukkan dalam bambu, lalu diberi isian kacang hijau yang lembut, kemudian dikukus.
Kue putu diperkirakan masuk ke Indonesia bersamaan dengan banyaknya imigran dari Tiongkok yang datang ke Nusantara untuk berdagang, salah seorang di antaranya adalah Laksamana Cheng Ho yang sempat singgah di sejumlah wilayah selama berada di Tanah Air.
Pada salah satu naskah klasik Serat Centhini, nama kue putu diyakini sudah ada sejak masa Kerajaan Mataram. Dalam serat yang ditulis pada 1814 itu, saat melakukan perjalanan pada 1630, Syekh Amongraga menjumpai kue puthu dijadikan hidangan pagi di Desa Wanamarta, Jawa Timur.
"Tangisan" Pemanggil Pelanggan
Lantas, mengapa penjual kue putu menggunakan suara "tangisan" melengking sebagai sarana pemanggil pelanggan? Selain menjadi semacam identitas, suara tersebut berkaitan erat dengan gimana kue putu dibuat.
Perlu kamu tahu, kue putu dimatangkan dengan cara dikukus atau diuapi. Caranya unik! Adonan yang diletakkan pada selongsong bambu (sekarang berganti jadi sambungan pipa) diletakkan pada lubang yang bawahnya berisi air mendidih sehingga uap air yang panas keluar dari lubang tersebut.
Nah, selain untuk mematangkan kue, uap air juga dialirkan pada semacam cerobong yang dibuat sedemikian rupa sehingga mengeluarkan bunyi melengking seperti peluit atau tangisan orang. Dulu, suara melengking ini menandakan kue sudah matang. Mirip panci presto ya! Ha-ha.
Di Indonesia, kue putu mengalami sedikit modifikasi. Jika di Tiongkok isian kue ini adalah kacang hijau, orang Nusantara menggantinya dengan gula jawa, disesuaikan dengan bahan-bahan yang ada. Bahkan, untuk memmperkuat aroma, kue putu khas Indonesia juga diberi aroma pandan dan pewarna.
Duh, sore-sore begini memang paling enak menyantap kue putu! Bersama kopi dan senja yang mulai menggulita, enak kali ya! Eits, lagu indie-nya mana? Ha-ha. (Saj/IB09/E03)