Inibaru.id – Sudah pasti kamu pernah dengar tentang polwan cantik dalam berita daring atau televisi.
Biar lebih afdal, ini kutipan salah satu judul berita tentang seorang polwan yang konon mirip bintang K-Pop yang sempat viral.
“Pesona Polwan Cantik Ini Disebut-sebut Setara Bintang K-Pop” (Tribunnews, 13/10/2017). Polwan yang dimaksud dalam berita itu Bripda Muthia Syahra Padang.
Tulisan ini nggak akan membahas soal Mbak Bripda Muthia ini. Juga nggak akan bahas soal K-Pop, apalagi kok soal mirip atau nggak Mbak Bripda itu dengan bintang K-Pop. Selain sudah nggak viral, nggak pas juga untuk Kanal “Kelirupedia” di Inibaru.id ini.
Tapi Sobat Millens akan ditantang untuk membuktikan bahwa Bripda Muthia, dan polwan-polwan yang sering disebut cantik di berita-berita itu sebenarnya BUKAN POLWAN.
Lo kok?
Tunggu dulu, jangan sebut ini hoax utawa menyebar sensasi. Kenapa? Karena sebenarnya sebutan polisi wanita alias POLWAN itu keliru. Para perempuan yang bertugas sebagai anggota kepolisian itu sebenarnya lebih tepat disebut wanita polisi atau perempuan polisi. Kalau mau dibuat akronimnya ya wanpol atau perpol.
Baca juga:
Jempol untuk Preman Zaman Old, Bogem untuk Preman Zaman Now
Polisi Zaman Old Tak Perlu Mengincar Bramacorah
Nggak enak banget, ya? Ya, pasti. Pasalnya, kamu dan kebanyakan kita semua sudah telanjur terbiasa dengan istilah polwan yang polisi wanita itu.
Agar kamu lebih jelas bahwa selama ini sebenarnya istilah itu kurang tepat, mari bandingkan dengan satuan lain dalam kepolisian. Polisi yang bertugas mengurusi lalu lintas disebut polisi lalu lintas alias polantas. Polisi yang bertugas dalam urusan kehutanan disebut polisi kehutanan alias polhut. Polisi yang bertugas dalam urusan perairan dan udara disebut polisi perairan dan udara alias polairud.
Kalau mengacu pada istilah-istilah di atas, polisi wanita berarti polisi yang mengurusi kaum wanita. Jadi, kalau ada seorang wanita atau perempuan yang melakukan tindak kriminalitas, yang harus mengurus itu hanya para polisi wanita. Nggak, kan? Polisi laki-laki pun mengurusinya.
Serupa polwan banyak banget. Penjahit wanita, dokter wanita, pengusaha wanita, dan banyak lagi lainnya.
Untuk dokter wanita atau pengusaha wanita sih sudah gampang dipahami bahwa dokter dan pengusaha itu berjenis kelamin wanita.
Kalau patuh kaidah, dokter wanita bisa diartikan “dokter yang hanya mengurusi kaum wanita”. Meskipun langka, siapa atahu ada dokter yang hanya mengurusi pasien wanita.
Pengusaha wanita? Ah, ini sedikit rawan. Pengusaha pakaian adalah orang yang memproduksi pakaian, tapi pengusaha wanita tentu bukan orang yang memproduksi wanita, kan?
Lebih repot kalai kita tilik istilah “penjahit wanita”. Ini penjahit khusus baju wanita atau penjahitnya berjenis kelamin wanita? Agak bingung, kan?
Baca juga:
Dulu Kau Tunggu Para Bajingan, Kini Kau Mengumpatinya
Wong Berpakaian Seronok kok Dilarang?
Kaidah bahasa yang disarankan penggunaannya agar nggak menimbulkan kerumpangan alias kerancuan utawa ambiguitas adalah: wanita penjahit (penjahitnya jelas berjenis kelamin wanita/perempuan), wanita/perempuan dokter, wanita/perempuan pengusaha, dan lain-lain.
Tapi kita sudah telanjur akrab dengan polwan, dokter wanita, pengusaha wanita, mau bagaimana lagi?
Untuk polwan memang sulit, karena itu sudah jadi istilah resmi di kepolisian. Tapi untuk yang lain-lain, kita bisa kok akhirnya terbiasa kalau kita mau mulai. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? (EBC/SA)