Inibaru.id – Mayoritas penduduk Jamaika, negeri di kawasan Amerika Tengah, beragama kristen. Bahkan, pertumbuhan gereja di negara itu disebut sebagai yang tertinggi di dunia.
Meski begitu, Presiden Dewan Islam Jamaika (ICOJ) Mustafa Muhammad mengatakan, negara tersebut ramah terhadap muslim yang menjalankan ibadahnya. Toleransi agama di Jamaika sangat tinggi.
"Sangat mudah untuk berinteraksi dengan orang-orang Jamaika karena kita hampir tidak pernah menghadapi ancaman kekerasan," katanya seperti dilansir Republika.co.id (23/11/2017).
Seluruh masjid di Jamaika dikelola oleh ICOJ. Perlu diketahui, pemeluk Islam di Jamaika pada 2013 mencapai 6.000 orang. Namun, jumlah tersebut masih terus bertambah setiap bulannya. Sekitar lima hingga tujuh orang memeluk Islam dan menjadi anggota Masjid di Sout Camp Road, Kingston, secara rutin. Sayang, meskipun muslim bertambah, media masih saja membuat berita negatif tentang Islam.
Baca juga:
Jejak Islam di Jamaika sejak Zaman Perbudakan
Para Ilmuwan Muslim dalam Bidang Luar Angkasa Barat
Ada saja tajuk media massa yang menganggap Islam harus diwaspadai. Meski demikian, masyarakat tidak langsung mengamini tajuk tersebut. Justru ini menciptakan peluang untuk menjelaskan kekerasan tidak ada hubungannya dengan agama Islam.
"Ini telah membangkitkan keingintahuan dan orang cenderung untuk mencari tahu mengapa kita bersikap seperti kita," kata Mustafa Muhammad dalam Jamaica-Gleaner.com seperti yang dikutip Republika.co.id.
Alasan lain banyak orang tertarik Islam karena berhenti meyakini agama masa lalunya. "Kami telah diajarkan untuk menghormati agama-agama lain dan tidak mendorong orang untuk menangis atau bersikap kritis," jelas dia.
Yang disebut agama masa lalu adalah karena muslim pertama yang berada di Jamaika adalah orang Moor asal Afrika Barat yang ditangkap di Reconquista. Kemudian mereka dijual sebagai budak pedagang dan dibawa ke Jamaika menggunakan kapal laut.
Seiring waktu, sebagian besar kehilangan identitas Islam mereka karena dipaksa melakukan penggabungan kelompok etnis.
Muslim asal Afrika keturunan Mandinka, Fula, Susu, Ashanti, dan Hausa tanpa henti mencoba mempertahankan praktik Islam mereka dalam kerahasiaan, saat bekerja sebagai budak perkebunan di Jamaika. Saat ada pembebasan budak di Jamaika, sebagian besar keislaman mereka pudar. Mereka lebih memilih mengikuti keyakinan majikan mereka sebelumnya.
Baca juga:
Islam di Selandia Baru: Sejarah Panjang Dakwah di Tanah Berawan Putih
Islam di Tanah Kroasia
Pada 1845 hingga 1917, imigran dari India banyak berdatangan ke Jamika. Sebanyak 16 persen dari 37 ribu imigran tersebut beragama Islam. Sesepuh mereka, Muhammad Khan, datang pada 1917 di usia 151 tahun. Putranya, Naim Khan, kemudian membangun Masjid ar-Rahman di Kota Spanyol pada 1957.
Sejak itu, para imigran lain pun mulai mendirikan masjid di penjuru Jamaika. Muhammad Golaub yang datang menjadi imigran bersama ayahnya pada usia tujuh tahun kemudian mendirikan Masjid Hussein di Westmoreland. Sejak 1960, muslim bertahap meletakkan fondasi delapan masjid lain. Hingga kini, masjid pun tersebar di seluruh penjuru negeri.
Dr Sultana Afroz, seorang akademikus Bangladesh yang telah tinggal di Jamaika selama 25 tahun mengatakan, sebagian besar orang Afrika yang diperbudak dibawa ke Jamaika berasal dari Afrika Barat atau Gold Coast, Ghana, Nigeria, Mali, Benin, dan Togo. (EBC/SA)