Inibaru.id - Hari ini, Rabu (29/8/2020), Universitas PGRI Semarang (Upgris) melaksanakan wisuda secara drive-in karena belum usainya pandemi Covid-19. Sesuai tajuknya, sebagian besar wisudawan, beserta keluarganya, memakai mobil. Tiap mobil sudah diberi nomor urut yang akan berhubungan dengan posisi parkirnya dalam mengikuti wisuda.
Di tengah deretan mobil-mobil, ada suatu hal yang menarik perhatian saya, yaitu mereka yang tetap dengan gagah ikut wisuda sekali pun nggak pakai mobil. Salah satunya adalah Musa Al Murtadho. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Jasmani dan Olahraga ini pakai becak.
“Saya ini ingin menunjukan kalau orang desa juga bisa berpendidikan dan sarjana, makanya saya bawa becak,” ucapnya dengan penuh semangat.
Musa langsung mengendarai becak itu sendiri. Di bangku penumpang ada ibunya yang mengantarkan anaknya menuntaskan pendidikan. Musa adalah anak Pati, Jawa Tengah. Dia tinggal di Desa Bulumanis Lor, Kecamatan Margoyoso.
Becak yang dia bawa bukanlah miliknya sendiri, apalagi secara heroik dia bawa dari Pati. Terang-terangan dia mengaku kalau becak menyewa dari seorang tukang becak di depan Masjid Agung Semarang, lokasi yang nggak jauh dari lokasi wisuda di Kamus 4 Upgris.
“Saya nggak mampu kalau suruh naik mobil. Pakai becak saja, sekaligus ingin menunjukan kepada semua orang,” ujarnya.
Musa dengan lantang menuturkan pesan kepada para perantauan yang sudah hidup di kota agar jangan lupa dengan dari mana mereka berasal. Terutama yang dari desa. Kalau bisa, setelah lulus, kembalilah dan terapkan ilmu di kota untuk membangun desa, pesannya.
Sepelemparan batu dari Musa, ada Endang. Perempuan berusia 46 tahun tersebut menyelesaikan pendidikan S1-nya pada Jurusan Guru PAUD. Dalam wisuda kali ini dia naik motor berdua saja dengan suaminya.
Endang mungkin beda dengan para wisudawan muda lainnya yang senang menuntaskan pendidikan. Bahkan, Endang nggak begitu peduli dia naik motor.
“Yang penting kuliah saya selesai,” ujarnya singkat.
Kuliah yang Endang jalani sebetulnya seperti "mau nggak mau". Kata dia, guru paud sekarang minimal harus bergelar sarjana. Jadi, dia lega sekali satu bebannya sudah selesai.
Selain Musa dan Endang banyak juga yang menggunakan kendaraan lain. Untuk motor saja, tampaknya kurang lebih ada 5 sampai 8 orang.
Hal yang membuat saya terenyuh lagi ada salah seorang wisudawan yang menggunakan mobil angkutan kota bersama bapaknya.
Saya nggak sempat mewawancarainya karena adanya protokol kesehatan yang mengharuskan mobil berjalan dengan cepat.
Tapi, dalam tebakan saya, Millens, mobil angkutan itu adalah tanda atas kemenangannya menaklukan jalan terjal pendidikan yang berliku dan banyak biaya. Selamat untuk kalian semua! (Audrian F/E03)