Inibaru.id – T.O.M.O Fashion merupakan brand desainer muda Niki Hutomo yang berlokasi di daerah Kesatrian, Jatingaleh, Semarang. Melalui brand ini, Niki menerima berbagai order seperti baju wisuda, kebaya lamaran, gaun pernikahan, dan busana pesta lainnya. Konsep fesyen yang dia usung adalah cantik, klasik, anggun, dan elegan.
“Sesuatu yang simple dari cutting hingga pemilihan bahannya. Kalau warna saya berani tabrak warna, bukannya pakai satu tone warna, kalau merah dipadankan dengan merah muda atau merah tua saja. Kalau saya berani kuning tabrakin sama pink misalnya,” katanya.
Niki menganggap proses menjadi desainer itu seperti berada di tempat bermain. Dia bisa menggali ide, berkreasi, dan menumpahkan kreativitas. Setiap baju yang didesainnya memiliki cerita-cerita sendiri. Cerita yang paling berkesan ketika membuat baju untuk mendiang Julia Perez.
“Jupe (Julia Perez) itu kan secara proporsi badan nggak proporsional, dia bukannya tinggi, tapi dia punya boobs (dada) yang lumayan besar dan pinggangnya kecil. Yang berkesan itu bikin sesuatu yang di luar proporsi orang. Bikin polanya pun bingung, loh ini kok polanya gini,” ceritanya.
Selain Jupe, desainnya yang berkarakter membuat finalis Puteri Indonesia dan public figure mengenakan karyanya. Termasuk pemenang Puteri Indonesa 2015 Anindya Putri, Juara IV Puteri Indonesia 2017 Dea Rizkita, Puteri Indonesia Jawa Tengah 2019 Pratiwi Hidayasari, serta artis seperti Iis Dahlia dan Ayu Dewi.
Sumber Inspirasi
Niki mendapatkan inspirasi dari mana saja. Baik ketika dirinya jalan, tidur, ngobrol dengan teman, hingga sesuatu yang nggak terduga. Dia kerap menyimpan ide-ide tersebut dalam ponsel pintarnya. Nggak ketinggalan aplikasi-aplikasi digital untuk desain seperti Drawing Pad digunakannya pula.
Di Semarang Niki menuntut dirinya lebih kreatif. Sebab iklim fesyen di Semarang desainernya masih kurang berani eksplor. Rata-rata masih bermain di wilayah aman dan nggak berani untuk tampil beda atau pakai bahannya aneh sedikit. Ini berbeda jika dia bandingkan dengan desainer-desainer yang ada di Jakarta atau Surabaya.
“Iklimnya masih nyaman. Belum berani eksperimen. Desainer-desainer Semarang kalau ada event harusnya berani tunjukkan gaya yang nggak umum. Nyeleneh tapi tetap fesyen,” ujar laki-laki yang lahir di Surabaya, 21 Oktober 1987 tersebut.
Di samping itu, berkaca dari pengalamannya, desainer muda saat ini masih ditakut-takuti dengan stigma seputar desainer, khususnya desainer cowok yang diidentikkan dengan "cowok tulang lunak". Menjalani profesi desainer harus melewati proses belajar dahulu untuk berkarya, nggak ada sesuatu yang instan.
“Kalau buat desainer cowok, kalau kamu suka, kamu pengin dan kamu bisa melakukannya kenapa nggak. Jangan melihat segala sesuatu dengan kacamata gender, ah, nanti dilihat orang kayak gini kayak gini. Ya karena kita mau berkarya ya nekat aja. Dalam artian kalau kamu suka, serius, ya jalanin,” pungkasnya.
Menggambarkan moto hidup Niki banget ya, Millens. Gimana, kamu berani bermimpi yang tinggi juga nggak? Bisa sih, tapi usahanya harus lebih tinggi juga ya! (Isma Swastiningrum/E05)