Inibaru.id – Berita tentang meninggalnya Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hari ini, Minggu (7/7/2019) diratapi warganet dari seluruh Indonesia. Bahkan, ada sebagian warganet yang sampai menyebut lelaki asli Boyolali ini sebaiknya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan karena dianggap telah memberikan banyak jasa bagi masyarakat Indonesia.
Laman CNN Indonesia, Minggu (7/7) menyebut Sutopo sebagai ujung tombak dari BNPB dalam memberikan informasi sekaligus klarifikasi tentang bencana yang memang sering mampir di Indonesia. Bahkan, dalam kondisi sudah didiagnosis terkena kanker paru stadium 4B sejak Desember 2017, Sutopo tetap teguh melakukan tugasnya.
Masih segar dalam ingatan, pada Oktober 2018 lalu, Sutopo bahkan menggelar konferensi pers di depan ratusan wartawan baik itu dari dalam atau luar negeri sesaat usai keluar dari rumah sakit.
Lelaki kelahiran 7 Oktober 1969 ini adalah Sarjana Geografi lulusan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada 1993 silam. Setelah itu, Sutopo melanjutkan studinya di bidang Hidrologi di Institut Pertanian Bogor. Seusai meraih gelar doktor, Sutopo sebenarnya ingin meraih gelar profesor, namun dia memilih untuk mengabdi di BPPT dan BNPB.
Uniknya, meski dikenal sebagai ujung tombak BNPB untuk mengabarkan bencana, Sutopo sama sekali nggak punya background komunikasi.
“Sebenarnya, saya dipaksa dilantik karena nggak ada background komunikasi sama sekali. Tapi kalau cuma menjelaskan soal bencana memang bisa,” selorohnya.
Dedikasi Sutopo dalam memberikan informasi tentang bencana sangatlah luar biasa. Bahkan, dia bisa mengumpulkan data dan menyusunnya seharian. Cara pengumpulan datanya juga nggak mudah. Sutopo bisa mengontak seluruh posko yang ada di lokasi bencana, mengumpulkan, memeriksa, dan menyortir semua data, sebelum menganalisisnya dan membagikannya ke media.
Ditambah dengan banyaknya berita hoaks, tantangannya dalam memberikan informasi bencana dengan tepat pun semakin berat.
“Hoaksnya gila, bertubi-tubi datangnya. Sampai bencana dimasukkan ke ranah politik,” ceritanya.
Nggak hanya menggelar konferensi pers, Sutopo juga mengabarkannya di media sosial, khususnya Twitter. Selain itu, dia juga sempat menjawab ribuan pertanyaan wartawan di aplikasi WhatsApp. Selain itu, telponnya juga terus berdering seharian karena dihubungi keluarga korban yang meminta penjelasan atau instansi pemerintah lain.
Semua hal ini dilakukan saat kondisinya semakin melemah karena kanker paru yang menggerogoti tubuhnya hingga akhir hayat.
Kini, Sutopo nggak akan lagi memberikan kabar tentang bencana. Doa dari seluruh masyarakat Indonesia mengalir deras untuknya.
Selamat jalan, Pak Topo. Semoga semua amal ibadah Pak Topo diterima di sisi Yang Maha Kuasa, ya Millens. (IB09/E04)