Inibaru.id - Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) kembali merilis laporan tahunan terkait situasi kekerasan terhadap perempuan di Jawa Tengah (Jateng).
Dalam laporan tersebut, lembaga non-profit yang memfokuskan diri untuk mengadvokasi kelompok rentan itu mengungkapkan bahwa puluhan anak dilaporkan telah menjadi korban kekerasan seksual sepanjang tahun ini.
Kepala Operasional LRC-KJHAM Nihayatul Mukaromah menyampaikan bahwa sepanjang tahun ini lembaganya mendampingi sekitar 43 anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. Sementara itu, korban usia dewasa tercatat sebanyak 34 orang. Adapun lima sisanya belum diketahui usianya.
“Belum semua penyidik mengimplementasikan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Putusan untuk kasus kekerasan seksual terhadap anak, bahkan yang berusia lima tahun, masih rendah, dan korban belum mendapatkan hak restitusi,” ujar Nihayatul dalam keterangan tertulis yang diterima Inibaru.id, Kamis (11/12/2025).
Tekanan dari Orang Terdekat
Yang paling memilukan, korban kekerasan seksual masih menghadapi tekanan dari orang-orang terdekat. Mereka sering dikucilkan dari lingkungan, disalahkan, bahkan cibiran tetangga kerap menghampiri. Nggak jarang, keluarga sendiri juga enggan mendukung proses hukum yang dijalani korban.
Selain itu, pendampingan proses hukum demi memperoleh keadilan juga menemui berbagai tantangan. Dalam beberapa kasus, hakim dan penasihat hukum pelaku di persidangan justru menyalahkan korban.
LRC-KJHAM juga menyoroti bahwa kekerasan terhadap perempuan di Jateng masih tinggi dan menjadi tantangan serius bagi perlindungan hak-hak perempuan. Sepanjang 2025, tercatat sekitar 117 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi.
“Jumlah korban mencapai 111 orang serta empat kasus femisida (korban meninggal dunia),” papar Nihayatul.
Tertinggi di Kota Semarang
Sebaran kasus kekerasan terhadap perempuan tertinggi berada di Kota Semarang dengan 46 kasus, diikuti Kabupaten Demak 11 kasus, Kabupaten Jepara 9 kasus, Kabupaten Batang 5 kasus, serta Kabupaten Sragen, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Semarang, dan Kota Surakarta masing-masing 4 kasus.
Berdasarkan jenisnya, kasus terbanyak didominasi pelecehan seksual fisik sebanyak 44 kasus, diikuti kekerasan dalam rumah tangga (KdRT) 31 kasus, perkosaan 16 kasus, eksploitasi seksual 10 kasus, kekerasan seksual berbasis ekonomi (KSBE) 9 kasus, trafficking 4 kasus, pelecehan seksual nonfisik 2 kasus, dan kekerasan dalam pacaran (KdP) 1 kasus.
Dari sisi bentuk kekerasan yang dialami korban, tercatat 79 korban mengalami kekerasan seksual, 53 korban mengalami kekerasan psikis, 23 korban mengalami kekerasan fisik, dan 22 korban mengalami penelantaran.
“Kasus kekerasan lebih banyak terjadi di wilayah privat yang mencapai 90 kasus, sedangkan di wilayah publik 27 kasus. Para pelaku kekerasan didominasi orang terdekat korban, seperti ayah kandung, suami, pacar, teman, tetangga, ustaz, atasan, ayah tiri, kakak kelas, dosen, kiai, hingga majikan,” paparnya.
Catatan dan Evaluasi
Dengan masih tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan di Jateng, LRC-KJHAM memberikan sejumlah catatan sebagai bahan evaluasi agar jumlah korban dapat berkurang setiap tahunnya, antara lain:
- Memperkuat implementasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual;
- Memperkuat perspektif aparat penegak hukum dan pemerintah dalam penanganan kasus kekerasan seksual;
- Memperkuat pemahaman seluruh petugas layanan kesehatan di rumah sakit tentang mekanisme penanganan korban kekerasan;
- Memperkuat kapasitas UPTD PPA dalam memberikan layanan kepada korban kekerasan;
- Memperkuat kerja-kerja berjejaring dengan lembaga layanan berbasis masyarakat; dan
- Memperkuat partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan.
Semoga dengan catatan-catatan tersebut, semua pihak bisa bekerja sama untuk mencegah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terulang kembali ya, Gez! (Sundara/E10)
