Inibaru.id – Layaknya di sejumlah negara maju lainnya, Jepang mengalami masalah penyusutan populasi yang cukup ekstrem. Selama 2024 saja, Kementerian kesehatan setempat pada Kamis (27/2/2025) melaporkan penyusutan populasi sampai 900 ribu orang. Alasannya, tercatat ada 1,6 juta kematian yang hanya diimbangi dengan 720.988 kelahiran selama tahun lalu.
Memang, populasi Jepang masih cukup tinggi, yaitu 124,5 juta jiwa per Sensus 2023. Tapi, tetap saja, penyusutan populasi yang cukup ekstrem ini bikin pemerintah setempat resah. Apalagi, kini sebagian besar penduduk Jepang justru adalah yang berusia dewasa tua atau yang sudah berusia lanjut. Generasi muda yang jadi tulang punggung perekonomian negara semakin menipis!
Sayangnya, bisa jadi masalah penyusutan populasi ini nggak bisa dengan mudah diatasi dalam waktu dekat. Maklum, dari data kelahiran bayi selama 2024 saja, terkuak perbandingan bahwa untuk setiap kelahiran bayi, terdapat dua orang yang meninggal atau yang pindah ke luar negeri.
Meski begitu, Perdana Menteri Shigeru Ishiba nggak mau langsung menekan tombol panik. Dia dan jajaran pemerintahannya masih optimistis pada masa depan, angka kelahiran di Jepang bakal membaik. Alasannya, dalam setahun belakangan, terjadi kenaikan angka pernikahan. Sesuatu yang sudah cukup lama nggak terjadi di negara tersebut.

“Benar, jumlah pernikahan mengalami peningkatan, Dan ada kaitan antara kenaikan angka pernikahan dengan kenaikan kelahiran bayi. Kami harus fokus pada aspek ini,” terang Shigeru Ishiba.
Apa yang diungkap Shigeru nggak asal cuap. Berdasarkan penelitian yang diungkap Japan Research Institute, angka pernikahan pada 2024 lalu naik 2,2 persen ke angka 499.999. Hal ini tentu memberikan perbaikan atas membaiknya laju populasi di Jepang mengingat pada beberapa tahun sebelumnya, angka pernikahan anjlok drastis, khususnya pada 2020 yang merosot sampai 12,7 persen.
Kalau menurut Shigeru pula, ada kemungkinan masyarakat Jepang mulai merasakan manfaat dari sejumlah kebijakan pemerintah yang fokus mendukung pasangan yang mau menikah atau punya anak seperti adanya subsidi perumahan, kemudahan mendapatkan fasilitas penitipan anak bagi orang tua yang bekerja, pendidikan, hingga adanya aplikasi kencan.
Jepang pun berharap bisa mengikuti negara tetangganya, Korea Selatan yang baru-baru ini mengalami peningkatan angka kelahiran bayi pada 2024, untuk kali pertama dalam sembilan tahun belakangan. Layaknya Jepang, Korea juga mengalami masalah pelik gara-gara semakin enggannya generasi muda mereka untuk menikah atau punya anak.
Jadi kepikiran ya, Millens? Apa mungkin di masa depan Indonesia juga bakal mengalami masalah penyusutan populasi seperti Jepang atau Korea Selatan? (Arie Widodo/E10)