Inibaru.id - Seringkali kita dengar orang mengeluh lampu merah di Perempatan Pingit sangat lama. Padahal, durasi lampu merah yang ada di Kota Yogyakarta itu masih kalah lama dari traffic light di Kiaracondong-Soekarno Hatta Kota Bandung dan Simpang Kalibanteng Semarang.
Bangjo adalah istilah orang Jogja untuk menyebut lampu merah. Nah, di Bangjo Pingit, durasi lampu merah menyala mencapai 2 menit 56 detik. Ini sangat kontras dari durasi lampu hijaunya yang hanya 50 detik.
Bagaimana dengan lampu merah di tempat lain? Pada Simpang Kiaracondong-Soekarno Hatta, Bandung, durasi berhentinya mencapai 720 detik alias 12 menit. Sedangkan lampu merah Margorejo Surabaya, durasi lampu merahnya mencapai 300 detik atau persis 5 menit.
Di Semarang, bangjo yang terkenal lama ada di Simpang Kalibanteng. Konon, durasi lampu merahnya adalah 5 menit 7 detik. Ya, durasinya lebih panjang ketimbang bangjo Perempatan Pingit.
Khusus untuk lampu merah di Simpang Kalibanteng, Dinas Perhubungan Kota Semarang punya penjelasannya. Hal itu terjadi karena banyaknya persimpangan jalan di bundaran tersebut dan volume kendaraan yang cukup padat.
“Simpang Kalibanteng itu ada 6 simpang. Jalan Abdulrahman Saleh (dekat dengan Museum Ranggawarsita) yang populer (durasi lampu merahnya lama),” jelas Kepala Bidang Pengendalian dan Penertiban Dishub Kota Semarang Antonius Haryanto, Kamis (19/5/2022).
Kok bisa sampai 307 detik? Hal ini disebabkan oleh akumulasi dari lampu hijau yang ada di simpang-simpang lainnya secara berurutan. Dari Jalan Abdulrahman saleh, durasi lampu hijaunya 25 detik. Sementara itu, Jalan Pamularsih 35 detik, Jalan Siliwangi 152 detik, Jalan Sudirman 25 detik, jalan RE Martadinata 25 detik, dan dari arah bandara 10 detik.
Kalau kita teliti, durasi lampu hijau dari Jalan Siwilangi paling lama, yaitu 152 detik. Hal ini sangat kontras dengan durasi lampu hijau dari jalan-jalan lainnya di Simpang Kalibanteng Semarang yang nggak lebih dari 35 detik.
Soal ini, Antonius menjelaskan kalau Dishub telah memakai sistem Automatic Traffic Control System (ATCS). Dari sistem inilah, kebutuhan jalan sudah dicek dengan matang, termasuk dalam hal perhitungan risiko kemacetan atau volume kendaraan. Kemudian, penentuan rekayasa lalu lintas paling ideal pun ditemukan.
“Rekayasa untuk memperlancar. Justru kita mengutamakan arus dominan yang mana. Jadi perlu perhitungan, nggak sembarangan (membuat durasi lampu merah) lama," katanya.
Khusus untuk Simpang Siliwangi, durasi lampu hijaunya memang lebih lama karena arus lalu lintas dari jalan tersebut jadi prioritas. Kalau sampai durasinya lebih pendek, bisa memicu kemacetan parah.
“Kalau nggak diutamakan dari arah barat itu, antreannya di Simpang Kalibanteng sampai Simpang Hanoman terlalu padat, bisa ngunci (macet) di sana,” pungkas Antonius.
Nah, sekarang kita jadi paham kenapa lampu merah di Simpang Kalibanteng sangat lama. Ini terasa relate banget dengan guyonan yang menyatakan bahwa nungguin lampu merah bisa sambil bikin kopi, pergi umroh, bahkan menggoreng risol. Ha-ha. (Det,Kom/IB09/E10)