Inibaru.id – Kabar normalisasi hubungan diplomatik antara Indonesia dan Israel sempat membuat publik geger beberapa waktu lalu. Munculnya isu tersebut dikarenakan negara-negara seperti Uni Emirat Arab, Maroko, Sudan, Bahrain, dan Bhutan telah membuka hubungan diplomatik dengan negara Yahudi tersebut.
Kabar tersebut semakin kencang setelah klaim sepihak oleh Jerussalem Post menyebutkan bahwa Indonesia akan segera memulihkan hubungan dengan Israel. Hanya, Kementerian Luar Negeri Indonesia langsung menegaskan bahwa pemerintah nggak pernah membuka akses komunikasi dengan Israel dan mendukung penuh kemerdekaan Palestina.
Tapi, tahukah kamu bahwa hubungan diplomatis antara Indonesia dan Israel hampir pernah benar-benar jadi nyata pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur)? Keinginan membangun hubungan dioplomatik tersebut menurut Djohan Effendi merupakan salah satu kebijakan era Gus dur yang paling kontroversial.
Menurut Menteri Sekretaris Negara era Gus Dur tersebut, gagasan untuk menjalin hubungan diplomatik tersebut terucap langsung dari mulut presiden RI ke-4 tersebut. Kontan, banyak pihak langsung menentangnya. Hanya, Djohan membela ide Gus Dur tersebut.
“Sebagai orang yang cukup lama tinggal di Timur Tengah, Gus Dur menyaksikan penderitaan rakyat Palestina,” ungkap Djohan memberikan penjelasan.
Kedekatan Gus Dur dengan Sorang Yahudi
Kedekatan Gus Dur dan Israel ini sebenarnya pernah diperlihatkan saat dirinya menghadiri undangan dari Perdana Menteri Yitzhak Rabin dalam acara penandatanganan perjanjian damai antara Israel dan Jordania tahun 1994, jauh sebelum Gus Dur menjadi presiden.
Kehadirannya dalam acara tersebut membuatnya berinteraksi dengan banyak tokoh dari berbagai kalangan, baik itu Islam, Yahudi, maupun Kristen. Dari situ lah Gus Dur menyadari adanya hasrat perdamaian di antara mereka.
Gagasan Gus Dur untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Israel ini tentu punya alasan yang rasional bagi kemerdekaan Palestina, meski mungkin dianggap gila oleh para pembencinya.
“Kalau Indonesia ingin berperan dalam membantu proses perdamaian antara Palestina dan Israel, tidaklah mungkin tanpa mempunyai hubungan diplomatik dengan kedua belah pihak yang bertikai. Dari latar belakang inilah gagasan Gus Dur ingin menjalin hubungan dengan Israel,” terang Djohan.
Sebenarnya, pergumulan cucu pendiri Pondok Tebuireng Jombang dengan bangsa Yahudi sudah terjadi sejak dirinya mengenyam pendidikan di Iran pada 1966. Gus Dur yang sebelumnya gagal lulus saat belajar di Mesir kemudian pindah ke Baghdad dan menjalin pertemanan dengan seorang Yahudi dari komunitas Yahudi-Irak bernama Ramin.
Ramin yang diceritakan Nur Kholik dalam Interkoneksi Islam Liberal dan Pendidikan Islam Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah seorang ilmuwan yang inklusif yang juga memperdalam aliran mistik Yahudi, Caballa.
Perkenalannya dengan Ramin tersebut membawanya pada berbagai diskusi agama, filsafat, politik, hingga eksistensi Yahudi sebagai diaspora. Dari Ramin inilah, Gus Dur juga mengenal Yudaisme dan berbagai pola pikir orang-orang Yahudi. Dari situlah keprihatinan Gus Dur terhadap sosial dan politik Yahudi sebagai minoritas di berbagai tempat mulai tumbuh.
Kini selepas kepergiannya, masyarakat nggak henti-hentinya mengelu-elukan sikap politik dan toleransi Gus Dur. Hanya, sepertinya idenya tentang menjalin hubungan dengan Israel tetap jadi kontroversi dan perdebatan banyak orang di Indonesia. (His/IB27/E07)