Inibaru.id - DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi undang-undang (UU) dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Selasa (18/11/2025).
Keputusan itu diambil dalam Rapat Paripurna ke-8 masa sidang II 2025-2026 yang dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani; yang turut dihadiri Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Adies Kadir, Saan Mustafa, dan Cucun Ahmad Syamsurijal.
Keputusan diambil setelah Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menyampaikan laporan akhir dan Ketua DPR Puan Maharani meminta persetujuan seluruh fraksi, yang segera dijawab serempak, "Setuju!"
Puan menegaskan bahwa laporan pembahasan yang dipaparkan Komisi III sudah sangat jelas dan mengingatkan agar publik nggak terpancing informasi keliru mengenai substansi aturan baru tersebut.
“Hoaks-hoaks yang beredar itu, semua hoaks itu tidak betul, dan semoga kesalahpahaman dan ketidakmengertian kita sama-sama bisa pahami!” tegasnya.
Perbedaan KUHP dengan KUHAP
RUU KUHAP yang disahkan hari ini merupakan perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1981 dan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025. Aturan baru ini disiapkan untuk mendampingi implementasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional (UU No 1 Tahun 2023) yang akan berlaku efektif pada 2 Januari 2026.
Sebelum membahas lebih jauh tentang revisi KUHAP yang sempat menuai protes keras masyarakat ini, perlu diketahui bahwa KUHP dan KUHAP adalah dua hal yang berbeda. Keduanya memiliki fungsi yang sangat berbeda dalam sistem hukum pidana Indonesia ya, Gez! Berikut adalah perbedaannya:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Sedikit informasi, KUHP mengatur tindak pidana, sanksi pidana, serta pertanggungjawaban pidana. KUHP Nasional menggantikan Wetboek van Strafrecht warisan kolonial dan disusun agar sesuai dengan nilai Pancasila, UUD 1945, serta perkembangan masyarakat modern.
Ruang lingkup KUHP mencakup:
- Asas legalitas dan ruang berlakunya hukum pidana;
- Definisi tindak pidana;
- Ketentuan perbuatan yang dapat dipidana; dan
- Pengaturan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) selama sesuai HAM dan Pancasila.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Sementara itu, KUHAP mengatur tata cara penegakan hukum pidana, mulai dari:
- Penyelidikan;
- Penyidikan;
- Penuntutan;
- Pemeriksaan di pengadilan; hingga
- Pelaksanaan putusan pidana.
KUHAP juga menjadi dasar Sistem Peradilan Pidana Terpadu (integrated criminal justice system) dan mengatur hak-hak pihak yang terlibat, seperti tersangka, terdakwa, korban, serta kewenangan penyidik, penuntut, dan hakim.
Aturan teknis pelaksanaannya dijabarkan lebih lanjut melalui berbagai peraturan pemerintah, termasuk mengenai penyidikan, penahanan, rumah tahanan (rutan), rumah penyimpanan benda sitaan negara (rupbasan), serta mekanisme rehabilitasi dan ganti rugi.
Intinya, KUHP menentukan apa yang merupakan tindak pidana, sedangkan KUHAP menentukan bagaimana prosedur penanganan tindak pidana dilakukan.
Substansi Utama Revisi KUHAP
Nah, dalam pembahasan RUU KUHAP, setidaknya 14 substansi pokok yang dibahas dan disepakati Panitia Kerja Komisi III sebagai kerangka pembaruan hukum acara pidana. Ke-14 poin ini dirancang untuk memperkuat perlindungan HAM, modernisasi peradilan, serta menyesuaikan hukum acara dengan KUHP baru.
Berikut adalah daftar lengkapnya:
- Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
- Harmonisasi nilai hukum acara pidana dengan KUHP baru, yang mendorong pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.
- Penegasan pembagian fungsi antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, serta pemimpin masyarakat.
- Perbaikan dan penguatan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta koordinasi antarlembaga.
- Penguatan hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk perlindungan terhadap ancaman dan kekerasan.
- Penguatan peran advokat dalam sistem peradilan pidana.
- Pengaturan mekanisme keadilan restoratif.
- Perlindungan khusus bagi kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas, perempuan, anak, dan lansia.
- Penguatan perlindungan bagi penyandang disabilitas dalam seluruh tahap pemeriksaan.
- Perbaikan pengaturan upaya paksa, sejalan dengan prinsip due process of law.
- Pengenalan mekanisme hukum baru, seperti pengakuan bersalah (plea agreement) dan penundaan penuntutan korporasi.
- Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi.
- Pengaturan hak restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi bagi korban maupun pihak yang dirugikan.
- Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.
Dengan pengesahan UU KUHAP yang baru, Indonesia secara resmi memasuki era pembaruan besar dalam sistem peradilan pidana. Aturan ini dirancang untuk menjadi pasangan dari KUHP Nasional yang berlaku tahun depan, sekaligus memperkuat kepastian hukum, keadilan prosedural, dan perlindungan HAM.
Perlu kamu tahu, kendati sudah disahkan menjadi UU, gelombang protes revisi KUHAP sebetulnya belum mereda hingga sekarang. So, setelah tahu ke-14 poin yang menjadi substansi utama revisi KUHAP ini, saatnya mencari tahu kenapa beleid ini mendapat protes keras sejumlah kalangan ya, Gez! (Siti Khatijah/E10)
