Inibaru.id – Meski Indonesia dikenal kaya budaya dan tradisi, di balik itu tersimpan fakta yang memprihatinkan: negeri ini menempati peringkat kedua dunia dalam jumlah kasus Tuberkulosis (TBC), hanya kalah dari India.
Namun, pemerintah nggak tinggal diam. Lewat peran kader kesehatan dan program cek kesehatan gratis (CKG), langkah nyata untuk mempercepat penanggulangan TBC terus digenjot.
Wakil Menteri Kesehatan, Prof Dante Saksono Harbuwono, memaparkan data yang cukup mengkhawatirkan: setiap tahunnya, diperkirakan ada 1.090.000 kasus baru TBC di Indonesia.
Sementara itu, sepanjang tahun ini, Indonesia mengidentifikasi sekitar 900 ribu kasus penderita.
“Tantangan selanjutnya adalah memastikan pasien yang sudah teridentifikasi segera mendapatkan pengobatan yang tuntas,” ujar Prof Dante dalam Forum Public Hearing bertajuk “Negara Beri Bukti, Masyarakat Terima Hasil”, Rabu (28/5).
Pengobatan TBC umumnya memakan waktu enam hingga sembilan bulan. Namun, Prof Dante mengungkapkan bahwa kini pemerintah telah menyiapkan obat dengan durasi pengobatan yang lebih singkat, yakni hanya enam bulan.
Di lapangan, kader TBC memegang peran penting. Mereka bertugas mendampingi pasien agar pengobatan berjalan lancar, sekaligus mendeteksi dan mengidentifikasi kontak erat pasien, mulai dari keluarga hingga lingkungan sekitar.
Jika ditemukan kasus, pasien akan segera diarahkan untuk memulai pengobatan. Langkah ini sejalan dengan target penurunan prevalensi TBC di Indonesia, yang tak hanya mengandalkan deteksi dini, tapi juga edukasi soal pentingnya menyelesaikan pengobatan sampai tuntas.
“Pengendalian TBC tidak mungkin dilakukan hanya oleh negara. Pelibatan lintas sektor, khususnya masyarakat melalui kader TBC, menjadi strategi utama,” tegas Prof. Dante.
CKG Digulirkan
Selain penguatan kader TBC, pemerintah juga gencar menggulirkan program CKG yang diluncurkan sejak 10 Februari 2025. Dalam waktu singkat, program ini telah menjangkau lebih dari 6,9 juta warga di berbagai daerah.
Sebelum CKG hadir, hanya 39,8 persen masyarakat yang rutin memeriksakan kesehatan. Sementara itu, 60,2 persen lainnya belum pernah periksa sama sekali, sehingga berisiko terlambat terdiagnosis penyakit kronis.
Program ini penting, mengingat deteksi dini dapat menghindarkan biaya pengobatan yang membengkak untuk penyakit seperti gagal ginjal, jantung, diabetes, hingga kanker.
Nggak hanya untuk orang dewasa, CKG juga menyasar kelompok rentan, seperti bayi, balita, dan anak sekolah. Tujuannya? Menyiapkan generasi sehat menuju Indonesia Emas 2045.
“Dengan pemeriksaan kesehatan sejak dini, anak-anak kita akan tumbuh sehat secara fisik dan mental. Ini adalah investasi masa depan bangsa,” tegas Prof Dante.
Indri Meti, salah satu penerima manfaat CKG, mengaku bersyukur atas adanya layanan ini. “Lewat CKG, saya bisa tahu kondisi kesehatan saya, mulai dari tekanan darah, jantung, hingga gigi. Terima kasih kepada pemerintah,” ujarnya.
Dalam forum Public Hearing yang sama, Kepala Komunikasi Kepresidenan PCO, Hasan Hasbi, menegaskan bahwa kegiatan ini nggak sekadar ajang formalitas. Dia menyebut forum ini sebagai wadah transparansi pemerintah sekaligus ruang dialog antara masyarakat dan pembuat kebijakan.
“Kami memfasilitasi dialog antara penerima manfaat dengan para pembuat kebijakan. Tujuannya agar umpan balik bisa diterima langsung dan perbaikan program bisa segera dilakukan,” kata Hasan.
Nggak lupa, Hasan menekankan pentingnya forum semacam ini untuk meluruskan kesalahpahaman di masyarakat terkait berbagai program pemerintah.
Semoga masyarakat benar-benar bisa merasakan manfaat program kesehatan yang digagas pemerintah ini ya, Millens. (Siti Zumrokhatun/E10)
