Inibaru.id - Proses penyidikan kasus kematian dokter PPDS anestesi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang sampai sekarang masih berlangsung. Sementara itu, pihak dekanat menilai melihat fakta selama proses pendidikan anestesi, tidak ditemukan unsur perundungan dalam kasus kematian mahasiswa tersebut.
"Kami menyimpulkan tidak ada aspek perundungan yang melatarbelakangi. Seperti saya sampaikan tadi proses penyidikan sedang berlangsung," kata Dekan Fakultas Kedokteran Undip, dr Yan Wisnu, Jumat (23/8).
Berdasarkan proses selama ini, kegiatan dokter PPDS memang cenderung didominasi di dalam RSU Kariadi Semarang. Sedangkan dosen pengajarnya adalah gabungan dari dosen-dosen di fakultas.
"Jadi kalau prodi pendidikan spesialis di Undip itu pendidikan 90 persen kliniknya di Rumah Sakit Umum Kariadi. Teman-temannya terdaftar di mahasiswa Undip. Kalau interaksi sosialnya begitu," ungkapnya.
Sedangkan untuk para dokter PPDS anestesi, selama bertugas lebih banyak berkegiatan di ruang-ruang bangsal anak, ruang IGD, UGD, ICU. Bahkan punya tugas khusus menangani para pasien yang mengalami henti nafas.
"Pendidikan anestesi tidak hanya di UGD, kamar operasi, IGD, ICU untuk penanganan pasien-pasien yang henti nafas. Anestesi di ruang anak juga banyak. Jadi memang beban kerjanya lebih banyak. Memang perlu pengaturan yang lebih rumit tapi harus dilakukan," jelasnya.
Sedangkan untuk kemungkinan tindakan perundungan alias bullying tidak hanya di dalam rumah sakit namun bisa saat beraktivitas di luar pendidikan. Sulit untuk mengetahui apakah dokter PPDS anestesi sejawatnya mengalami perundungan atau tidak.
"Tapi perundungan bisa terjadi tidak hanya di dalam rumah sakit tapi ketika di luar aktivitas pendidikan rumah sakit. Jadi sulit ditentukan. Meskipun kehidupan beliau banyak di rumah sakit. Jadi, apapun hasil investigasi kami hormati," pungkasnya. (Danny Adriadhi Utama/E10)