Inibaru.id - Masa-masa pandemi memaksa masyarakat agar membatasi kegiatan di luar rumah dan melangsungkan aktivitas dari rumah. Yang lebih parah, kondisi ekonomi yang semakin memburuk membuat beberapa orang terkena PHK sehingga memiliki beban yang lebih berat. Hal ini diyakini menjadi salah satu penyebab kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Untuk membuktikan hal itu, Inibaru.id menemui kepala bidang perlindungan perempuan dan anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Semarang Budi Satmoko. Dalam keterangannya Budi mengungkapkan bahwa ada beberapa penyebab KDRT yang dilakukan oleh suami, istri, anak atau anggota keluarga yang lain.
Baca Juga:
Meski Nggak Ada Kenaikan, LRC-KJHAM Sebut Kasus KDRT Saat Pandemi Seperti Fenomena Gunung EsPertama adalah menurunnya aktivitas ekonomi selama pandemi. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi hal pokok.
“Aktivitas ekonomi menurun saat pandemi jadi salah satu penyebab. Kebutuhan pokok yang tidak terpenuhi menyebabkan perilaku yang berbeda,” tutur Budi.
Selain itu, faktor pengelolaan keluarga yang berkumpul dalam waktu lebih lama juga menjadi penyebab ada tidaknya KDRT dalam keluarga.
“Saat anak-anak di rumah, ibu melakukan pendampingan dan pengasuhan terhadap anak. Jika anak jenuh maka dapat menimbulkan reaksi dari orang tua yang berbeda,” tambah Budi.
Secara spesifik, faktor penyebab KDRT ini juga disampaikan oleh Nur Laila Hafidhoh, Direktur Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM). Menurutnya, penyebab utama KDRT adalah relasi kuasa yang timpang.
Lebih jauh dari itu, perempuan yang akrab disapa Yaya ini mengungkapkan bahwa kondisi pandemi bikin permasalahan semakin rumit. Menurutnya pembatasan sosial yang dilakukan di berbagai daerah berdampak pada turunnya turunnya aktivitas ekonomi seperti turunnya penghasilan bahkan PHK.
“Penghasilan yang berkurang atau kehilangan pekerjaan membuat permasalahan seperti tekanan psikologis,” tuturnya.
Selain itu, aktivitas belajar di rumah yang juga menyebabkan kebutuhan internet juga meningkat. Apalagi jika tak ada pembagian tugas antara suami istri dalam mendampingi proses belajar maka berpotensi membebani perempuan yang mengurusi pekerjaan domestik.
Anak-anak yang terbiasa bersekolah dan bermain dengan teman yang kemudian dipaksa belajar dari rumah ini juga bisa membuat anak stres hingga menimbulkan konflik dalam keluarga.
“Anak yang stres karena belajar dari rumah bisa menimbulkan konflik yang kemudian menimbulkan KDRT,” tegas Yaya.
Untuk mencegah konflik, Budi menjelaskan bahwa perlu adanya komunikasi antaranggota keluarga serta
pola pengasuhan yang baik. Dengan begitu, pola hubungan yang baik dapat terbina.
Kamu sendiri gimana, Millens? Yuk, jaga komunikasi yang baik antaranggota keluarga di tengah pandemi ini! (Zulfa Anisah/E05)