Inibaru.id - Berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN (Kemdukbangga) pada 2024, ada jutaan keluarga di Indonesia yang menyandang status sebagai Keluarga Beresiko Stunting. Ini tentu bukanlah angka yang kecil.
Sayangnya, selama ini penanganan stunting masih banyak menekankan pada aspek kuratif. Padahal, hal itu keliru. Sekretaris Kemdukbangga (Sesmendukbangga) Prof Budi Setiyono mengungkapkan, menanggulangi stunting saat anak sudah lahir dengan kondisi begitu adalah fokus yang salah.
"Ada sebuah miskonsepsi paradigma di sini. Karena yang ada, prevelansi stunting terus terjadi," jelasnya dalam diskusi menyambut kunjungan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Sesmenko PMK) Imam Machdi di Jakarta, Kamis (6/3).
Menurutnya, pemerintah daerah seharusnya memfokuskan upaya penyelesaian persoalan stunting di wilayah masing-masing pada aspek pencegahan atau preventif.
Dimulai dari Hulu
Sesmendukbangga Budi menegaskan, akan sulit meralisasikan target capaian penurunan stunting ke angka 18 persen pada 2025 apabila penanganan stunting masih berkutat pada aspek kuratif, sedangkan penyebab terjadinya stunting justru nggak dijadikan prioritas.
"Untuk menurunkan prevelensi stunting, upaya penghapusan stunting seharusnya dimulai dari hulu atau ketika janin belum terbentuk serta pada masa kehamilan," tegasnya.
Budi mengatakan, stunting terjadi karena proses pembentukan janin nggak sempurna akibat kekurangan nutrisi, anemia, kepadatan masa kehamilan, sanitasi yang buruk, air minum yang nggak sehat, serta perilaku orang tua yang kurang sehat seperti mengkonsumsi minuman keras atau merokok.
"Maka," guru besar dari Universitas Diponegoro tersebut mengatakan, "program penanganan stunting harus didahului dengan intervensi pada para calon pengantin agar mereka mengetahui bahaya stunting, serta mempersiapkan kehamilan dengan sebaik-baiknya."
Edukasi ke Calon Pengantin

Menurut Budi, para calon pengantin yang nantinya akan menjadi calon orang tua perlu diberi edukasi atau pemahaman yang komprehensif terhadap pencegahan stunting ini. Tujuannya, agar mereka memiliki pengetahuan terkait proses kehamilan, kelahiran, dan pengasuhan bayi yang baik.
"Dengan begitu, diharapkan anak-anak mereka lahir dan tumbuh secara normal dan sehat.” terangnya. "Konsultasi, pendampingan, dan pemberian nutrisi yang tepat juga perlu diberikan kepada ibu hamil dan menyusui."
Dalam kaitan tersebut, Budi menyarankan kepada pemerintah daerah untuk memanfaatkan data keluarga dalam Sistem Informasi Keluarga (SIGA) yang dimiliki Kemdukbangga agar intervensi dapat dilakukan secara efektif.
Sedikit informasi, SIGA adalah sistem terintegrasi kepunyaan Kemdukbangga dengan metadata mendetail hingga level nama dan alamat dari data kelurga di seluruh Indonesia.
“Kami setiap tahun melaksanakan pendataan keluarga, yang menghimpun data terkait pasangan usia subur (PUS), status kehamilan, anggota keluarga balita, pendidikan anggota keluarga, keadaan rumah hunian, perceraian (status keluarga), akses air minum, sanitasi, tingkat kesejahteraan, pemenuhan gizi, kepesertaan KB, dan sebagainya” ujar Budi.
Intervensi Berbasis Data
Budi menjelaskan, data yang terhimpun dalam SIGA kemudian dianalisis untuk menentukan Keluarga Beresiko Stunting (KRS) yang bisa dipakai sebagai basis intervensi. Data KRS 2024 menunjukkan sebanyak 8.682.170 keluarga yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.
“Para kepala daerah bisa melakukan intervensi pencegahan stunting berbasis data KRS tersebut di wilayah masing-masing," paparnya. "Dengan data yang konkret dan presisi, keberhasilan penurunan prevelensi stunting akan tinggi.”
Perlu kamu tahu, Kemdukbangga atau BKKBN sejauh ini telah memiliki program penurunan stunting bernama Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting yang acap disingkat menjadi Genting. Program ini menekankan pencegahan stunting dengan menggerakkan semangat gotong royong masyarakat.
"Genting mendesain intervensi berupa pemberian nutirisi, perbaikan sanitasi dan air bersih, serta edukasi. Pemda bisa berkoordinasi dengan perwakilan BKKBN masing-masing untuk sinergi pencegahan stunting agar tidak lagi ditemukan kasus baru di daerah," pungkasnya.
Ada yang bilang, butuh satu negara untuk membesarkan seorang anak. Keberadaan negara, termasuk para kepala daerah hingga level terkecil, memang diperlukan untuk mempersiapkan tiap anak terlahir tanpa stunting. Gimana menurutmu, Millens? (Siti Khatijah/E07)