Inibaru.id - Perempuan muda itu tengah asyik menjahit Polypropylene Spundbond. Bahan itulah yang dianggap paling tepat untuk membuat Alat Pelindung Diri (APD). Ya, perempuan bernama Fela Lulu itu bersama puluhan rekannya di Balai Latihan Kerja sedang "merakit" baju pelindung untuk para dokter dan perawat.
Dia mengaku sudah ikut pelatihan di BLK yang beralamat di Jalan Slamet Riyadi ini sejak Februari. Baginya, pembuatan APD ini sama sekali nggak terduga. Maklum, sebelum corona melanda Fela dan siswa lainnya hanya dilatih menjahit baju-baju biasa.
“Sebetulnya nggak lebih susah sih. Lebih gampang menurut saya,” kata Fela, Jumat (27/3).
Karena termasuk materi luar biasa, saya bertanya mengenai upah yang akan didapat Fela dari menjahit APD. Nggak disangka, jawaban perempuan ini membuat saya salut.
"Kami niatnya belajar. Tata busana kan memang bikin baju, kebetulan ada Covid-19. Jadi, kami ujian sekaligus membantu membuat APD ini,” terangnya.
Fela dan rekan-rekannya bekerja di bawah pengawasan pembimbing. Mereka mulai dengan mencetak dan memotong bahan. Ada dua ukuran yang menjadi standar yaitu L dan XL. Meski baru mulai menjahit APD sejak Selasa (24/3), mereka tampak piawai.
Kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Sutrisno, pihaknya selalu mengawasi pekerjaan para siswa. Semua harus sesuai ketentuan agar nggak sia-sia.
Dari 6 gulungan bahan berbagai warna yang ada, sudah 137 APD yang jadi. "Totalnya mungkin 224," ucapnya.
Saya lalu mendekati Rozikin, sang pembimbing. Dia sedang memberi arahan kepada seorang siswa yang hendak mencetak pola APD.
“Itu juga desain yang sesuai standar nasional," kata Rozikin "Setelah dapat desain dan saya praktikkan, akhirnya saya terangkan kepada para peserta pelatihan."
Laki-laki ini menjelaskan ketika gulungan datang langsung dicetak membentuk pola. Dalam satu gulungan jumlah polanya pun nggak tentu. Bisa mencapai 39 sampai 50 tergantung ukuran dan bagian APD yang diinginkan.
Selain sarung tangan dan masker, semua bagian APD dibuat di sini seperti pelindung badan, topi dalam dan luar serta pelindung sepatu. Nggak kebayang bagaimana rasanya memakai atribut APD lengkap selama 8 jam seperti para dokter dan perawat.
“Bisa dibilang pekerjaan ini lumayan berat. Soalnya pakaian APD ini termasuk besar. Ditambah deadline waktu juga,” ungkap Rozikin.
Meskipun cukup berat, Rozikin dan siswa bimbingannya harus rela jika APD dibuang setelah dipakai sesuai anjuran yang berlaku.
Seenggaknya inilah yang bisa orang-orang di BLK lakukan untuk membantu melawan corona. Untuk mereka, mari angkat topi! (Audrian F/E05)