Inibaru.id - Stroke masih menjadi salah satu kondisi medis paling mematikan yang dapat menyerang dalam hitungan menit. Tanpa peringatan, seseorang bisa tiba-tiba kehilangan keseimbangan, mengalami pandangan kabur, atau mulai berbicara tidak jelas sebelum akhirnya memasuki fase darurat yang mengancam nyawa.
Ketika aliran darah ke otak terhenti, sel-sel otak mulai rusak dan kemampuan penting seperti bicara, berpikir, hingga bergerak dapat hilang permanen. Begitulah gambaran stroke sebagaimana dikatakan ahli bedah saraf dari New Era Hospital, Dr Sunil Kutty.
"Kecepatan adalah kunci keselamatan!" tegasnya belum lama ini, dikutip dari Times of India belum lama ini. “Stroke membutuhkan penanganan yang tepat waktu. Pengenalan dini dapat membuat perbedaan besar dalam mencegah kecacatan atau kematian.”
Lebih jauh, Dr Kutty mengingatkan bahwa stroke kini nggak lagi identik dengan usia lanjut. Mereka yang masih muda pun semakin berisiko, terutama ketika faktor-faktor risiko tersembunyi seperti gangguan tidur nggak disadari.
Tanda-Tanda Stroke yang Sering Diabaikan
Stroke terjadi ketika aliran darah ke otak tersumbat atau saat pembuluh darah pecah. Kondisi ini langsung memutus suplai oksigen ke jaringan otak.
“Stroke terjadi saat aliran darah ke otak tersumbat atau pembuluh darah pecah. Memutus suplai oksigen; yang dalam hitungan menit bisa menyebabkan kerusakan serius,” jelas Dr Kutty.
Sejumlah penelitian mendukung pentingnya tindakan cepat. Studi Neurology pada 2020 menemukan bahwa pasien yang ditangani dalam 0–90 menit memiliki peluang pemulihan dalam tiga bulan yang jauh lebih baik.
Sementara itu, riset Journal of Clinical Medicine pada 2024 juga menegaskan bahwa pengenalan dini sangat berperan dalam mengurangi keterlambatan terapi.
Risiko Stroke yang Diam-Diam Mengintai
Di antara banyak faktor risiko stroke, salah satu yang paling sering terlewat adalah obstructive sleep apnea (OSA). Ahli dari Sakra World Hospital, Dr Amit Kulkarni menyebut, gangguan tidur ini adalah pemicu stroke yang kerap nggak disadari, terutama pada pasien muda.
“Sekitar 50-70 persen orang yang mengalami stroke juga mengidap apnea tidur. OSA kini diakui sebagai salah satu faktor risiko utama stroke berulang,” ungkapnya.
Penelitian besar juga mendukung temuan tersebut. New England Journal of Medicine (2005) melaporkan bahwa OSA hampir menggandakan risiko stroke atau kematian, bahkan setelah memperhitungkan hipertensi dan diabetes.
Adapun riset dari Sleep Disorders & Stroke pada 2019 menegaskan perlunya skrining rutin OSA pada pasien stroke kronis. Gejala seperti mendengkur keras, terbangun dengan napas tersengal, atau rasa kantuk ekstrem di siang hari sebaiknya tidak diabaikan.
“Bahkan, apabila OSA tidak diobati pada pasien yang pernah mengalami stroke, risiko kambuhnya bisa mencapai 50 persen dalam dua tahun,” tutur Dr Kulkarni.
Golden Time Penanganan Stroke
Sebagaimana dikatakan sejak awal, kecepatan akan menjadi penentu utama penyelamatan pada kasus stroke. Untuk stroke iskemik, waktu maksimal pemberian obat pengencer darah adalah sekitar 4,5 jam setelah gejala muncul.
Sementara, pada kasus oklusi besar, trombektomi mungkin diperlukan untuk mengangkat sumbatan, sedangkan pada stroke hemoragik, tindakan cepat juga nggak kalah penting karena keterlambatan sedikit saja dapat meningkatkan risiko kecacatan permanen hingga kematian.
“Setiap menitnya sangat berharga. Maka dari itu, kenali tanda-tandanya tanpa menunda,” kata Dr Kutty.
Para ahli menegaskan bahwa salah satu langkah pencegahan paling penting adalah mengenali dan mengelola faktor risiko yang selama ini tersembunyi, terutama gangguan tidur.
Dr Kulkarni kembali menegaskan bahwa apnea tidur obstruktif adalah risiko tersembunyi. Bukan hanya untuk penyakit jantung, tetapi juga untuk stroke. Dengan memahami gejala dan bertindak cepat saat tanda muncul, risiko kecacatan permanen maupun kekambuhan stroke dapat ditekan secara signifikan. (Siti Khatijah/E10)
