Inibaru.id - Video yang sedang viral itu diambil di Bendar, Juwana, Pati, Jawa Tengah. Desa ini memang dikenal sebagai desa nelayan karena hampir semua warga di sana memiliki profesi ini. Uniknya, para nelayan ini mendesain rumah-rumah mereka dengan begitu modern. Jauh dari kesan sederhana.
Pada tahun 80-an, desa nelayan ini dikenal kumuh dan bau amis. Namun, berkat tekad dan kerja keras, banyak penduduk yang bisa mengubah nasibnya. Yang dulunya nelayan biasa, kini menjadi pengusaha kapal. Kalau lihat videonya, kamu bisa menyaksikan sendiri seperti apa mewahnya rumah-rumah para juragan ini.
Kamu nggak akan menemukan kesan kumuh atau kotor di desa ini. Kebanyakan dari pengusaha kapal ini mungkin cuma lulusan SD atau bahkan nggak pernah lulus sekolah, tapi setuju kan kalau mereka sangat menginspirasi? Eh, desa ini sering lo menerima anak-anak SMK pelayaran se-Indonesia untuk kepentingan studi. Keren kan?
O ya, bukan cuma dijuluki desa nelayan terkaya. Warga Bendar juga nggak pernah melupakan rasa terima kasihnya pada Tuhan. Buktinya, desa ini rutin menggelar sedekah laut. Biasanya, penduduk juga menggelar berbagai hiburan tradisional usai prosesi larung sesaji.
Tanggapan Kadin Pati Mengenai Viralnya Desa Nelayan Sultan
Video viral yang diunggah @elizasifaa pada 24 Mei lalu mendapat tanggapan Wakil Ketua Umum Bidang Kelautan dan Perikanan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Pati, Subaskoro. Dia mengajak anak muda Indonesia untuk mengambil pelajaran dari video tersebut.
Yang dimaksud Subaskoro tentang pelajaran tersebut adalah mengenai ketekunan dan kemauan untuk menjalani proses panjang menuju sukses.
Lelaki yang juga asli Bendar ini mengatakan, para pemilik rumah gedongan di kampong halamannya umumnya adalah mereka yang telah memulai karier sebagai nelayan sejak puluhan tahun lalu.
“Mayoritas yang punya rumah gedongan itu, mereka sudah jadi nelayan sejak 10, 20, atau 30 tahun lalu. Kalau sekarang mereka di usia 50-an, artinya mereka sudah mulai bekerja sejak usia 25 tahun sebagai nelayan,” papar dia.
Dia menambahkan, kebanyakan orang-orang tersebut sudah merintis karier dari bawah. Mereka mencari nafkah dari menjadi Anak Buah Kapal (ABK), kemudian naik kelas menjadi kepala kamar mesin, kemudian naik lagi menjadi nakhoda.
“Karena itu jangan hanya lihat yang sekarang, lihatlah prosesnya,” katanya lagi.
Meski begitu, Subaskoro juga khawatir video tersebut dapat dimanfaatkan oknum untuk menguntungkan dirinya sendiri. Menurutnya, video tersebut nggak bisa menggambarkan kehidupan nelayan di Pati secara komprehensif.
Hm, benar juga sih. Sepotong video memang nggak bisa memberi gambaran menyeluruh mengenai kehidupan masyarakatnya. Tapi sepertinya, itu cukup kok untuk memotivasi anak muda biar nggak gampang mager. Setuju nggak, Millens? (Boo,Tri/IB21/E07)