Inibaru.id - Hampir semua orang menyukai minuman manis. Tapi, ada beberapa orang bisa mengontrol konsumsinya, ada juga yang jauh melewati batas. Padahal, informasi tentang risiko kebanyakan gula bisa menyebabkan diabetes militus dan obesitas sudah menjadi pengetahuan umum.
Di Indonesia sendiri sekarang sudah termasuk dalam darurat minuman manis nih, Millens. Bagaimana nggak, konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di Indonesia menempati posisi ketiga tertinggi di wilayah ASEAN. Tingkat konsumsi MBDK itu mencapai 1-6 kali per minggu sehingga memicu timbulnya penyakit tidak menular di masyarakat.
Chief Research and Policy CISDI Olivia Herlinda mengatakan, tren konsumsi MBDK di Indonesia mengalami peningkatan 15 kali lipat dalam 20 tahun terakhir.
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan Eva Susanti mengatakan, di penghujung Januari 2024, angka penyakit tidak menular dalam kurun 10 tahun terakhir meningkat dua kali lipat.
“Catatan Kemenkes RI menunjukkan dalam kurun 20 tahun terakhir konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan rupanya sudah meningkat 15 kali lipat. Dari 700-an ribu liter menjadi 51 juta liter dalam setahun. Industri sudah setuju, kita juga sudah memberikan analisis studinya,” ujarnya, dikutip dari Media Indonesia (15/2/2024).
Kenyataan ini terlihat miris ya, Millens? Bayangkan saja, kelompok terbanyak yang mengonsumsi MBDK adalah para remaja. Beberapa tahun lagi, mereka adalah generasi yang akan menggerakkan perekonomian negara dan jalannya pemerintahan. Jika nggak ada regulasi untuk mengantisipasi hal ini, bagaimana nasib bangsa kita?
Cukai MBDK
Agar permasalahan kesehatan ini nggak berlarut-larut, Olivia Herlinda mendesak agar pemerintah segera menerapkan cukai MBDK.
"Pengendalian konsumsi MBDK melalui penerapan cukai masih terus didorong oleh sejumlah pihak. Riset kami mengestimasi kenaikan paling tidak 20% harga dapat menurunkan konsumsi masyarakat akan minuman pemanis sebesar rerata 17,5%," jelasnya.
Dengan penerapan cukai pada minuman manis dalam kemasan, harapannya dapat mendorong masyarakat untuk beralih pada produk minuman yang rendah gula atau bahkan tanpa gula.
Baca Juga:
Dari Sari Tebu Jadi Manisnya Gula TumbuMuncul sejak 2017, wacana penerapan cukai MBDK belum juga disahkan. Indonesia dinilai tertinggal dari 50 negara yang sudah lebih dulu mengeksekusi regulasi tersebut termasuk Thailand, Filipina, hingga Malaysia. Olivia meyakini penerapan cukai yang sudah diterapkan berbagai negara itu dapat menjadi solusi.
Jika melihat tren data dari Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional), Olivia menjelaskan, jenis minuman berpemanis yang meningkat paling signifikan adalah teh, sirup, hingga soda. Sementara minuman siap saji yang jenisnya banyak dan trennya meningkat nggak tertangkap dalam Susenas dan data lainnya.
“Agak sulit melihat data ini karena keterbatasan data di Indonesia. Tetapi data terbaru memperlihatkan bahwa kelompok minuman air teh kemasan, minuman bersoda dengan CO2, juga sari buah kemasan, minuman kesehatan dan minuman berenergi mengalami peningkatan,” jelasnya.
Melihat besarnya risiko, kamu sepakat jika cukai MBDK segera diterapkan kan, Millens? Di sisi lain, sebagai anak muda, kita sudah harus mengurangi minuman manis mulai dari sekarang. (Siti Khatijah/E07)