Inibaru.id – Nggak hanya sumur-sumur dan sungai yang mengering, dampak dari kemarau panjang pada tahun ini juga dialami oleh Waduk Kedungombo. Menyusutnya air di waduk yang diresmikan pada 1991 ini bahkan sampai membuat Jembatan Klewor yang masuk wilayah Kecamatan Kemusu kembali terlihat.
FYI aja nih, Jembatan Klewor biasanya tenggelam dan nggak terlihat saat debit air Waduk Kedungombo berada dalam kondisi normal. Namun, karena kekeringan yang terjadi pada tahun ini cukup parah, daratan di sekitar jembatan tersebut kini mengering.
Air yang tersisa kini hanyalah aliran Sungai Serang yang biasanya dibendung dan sangat melimpah. Warga setempat yang kembali bisa melihat jembatan tersebut kini memakainya sebagai tempat untuk memancing dan jalan untuk pergi ke ladang terdekat.
“Seperti ini mas kalau musim kemarau panjang. Jembatannya jadi kelihatan lagi. Karena di bawah masih ada sungai, warga pun menjadikannya tempat memancing. Jembatan juga dipakai warga yang pengin pergi ke ladang meski ada lumpurnya sehingga cukup licin untuk dilalui,” terang salah seorang warga setempat, Sarwo sebagaimana dilansir dari Suaramerdeka, Senin (28/8/2023).
Nggak hanya Jembatan Klewor yang kembali terlihat, makam warga yang biasanya tenggelam juga. Meski begitu, karena nggak lagi dirawat dan biasanya tergenang, makamnya sudah dipenuhi dengan tanaman liar.
Kalau menurut keterangan Atmo, sebelum ditenggelamkan, Jembatan Klewor dulu dipakai warga sebagai akses utama untuk ke pasar dan ladang. Namun, semenjak Waduk Kedungombo beroperasi, warga memakai jembatan lain, yaitu Jembatan Gus Dur. Nama tersebut dipilih karena pada masa pemerintahannyalah, jembatan ini dibangun.
“Tapi Jembatan Gus Dur diresmikan pada masa pemerintahan Presiden Megawati. Jembatan itu menghubungkan permukiman warga ke pusat kecamatan Kemusu, pasar, serta ke wilayah Kecamatan Juwangi,” lanjut laki-laki berusia 62 tahun tersebut.
Omong-omong ya, Millens, pembangunan waduk dengan luas genangan sampai 4.800 hektare dan luas tangkapan 614 kilometer persegi ini memang penuh kontroversi. Soalnya, 5.391 keluarga yang berasal dari 37 desa yang masuk wilayah Sragen, Boyolali, dan Grobogan harus dipindah karena rumah dan lahannya digenangi air.
Yang lebih mengenaskan, sampai Januari 1989, saat waduk sudah mulai diisi air, setidaknya 190 keluarga masih nggak mau pindah dari rumahnya karena belum cocok dengan ganti rugi yang berikan. Pada 1 Agustus 1989, lima warga bahkan sampai tewas dan banyak warga yang akhirnya harus menyelamatkan diri akibat dari banyaknya air yang diisi pada waduk tersebut.
Karena alasan itulah, saat musim kemarau dan air di waduk mulai menyusut, banyak bangunan-bangunan yang dulu ditenggelamkan kembali bisa terlihat, termasuk Jembatan Klewor, Millens. (Arie Widodo/E05)