Inibaru.id - Belum habis rasa kesal akibat kasus bensin oplosan yang muncul beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia kembali dibuat geram oleh munculnya isu pengoplosan beras premium yang diduga dilakukan oleh sejumlah produsen raksasa dengan jenama besar di Tanah Air.
Kasus ini mencuat setelah Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengungkapkan hasil penyelidikan yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan Polri. Berdasarkan hasil investigasi, sebanyak 212 jenama beras nggak lolos uji mutu, dengan 26 di antaranya diduga merupakan hasil oplosan.
Sebanyak empat perusahaan besar terseret dalam kasus dugaan pengoplosan beras premium ini, antara lain Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (anak usaha Japfa Group).
Jenis pelanggaran yang ditemukan meliputi perbedaan berat dalam kemasan, informasi label yang menyesatkan, hingga campuran bahan yang nggak sesuai.
Hasil Investigasi dan Pemeriksaan
Pemeriksaan terhadap empat perusahaan distributor dan produsen beras yang diduga melanggar ketentuan mengenai mutu dan takaran pada produk beras kemasan premium yang mereka pasarkan mulai dilakukan Bareskrim Polri pada 10 Juli 2025 lalu.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Helfi Assegaf mengungkapkan, pemeriksaan kemudian dilanjutkan pada Senin, 14 Juli lalu. keempatnya adalah Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari.
"Pemeriksaan dilakukan berdasarkan sampel beras dalam kemasan dari berbagai daerah yang sebelumnya dikumpulkan oleh Satgas Pangan Polri," tuturnya di Mabes Polri pada Senin (14/7), dikutip dari Tempo.
Sebelumnya, Mentan Andi Amran Sulaiman melaporkan sebanyak 212 jenama beras ke Kepolisian dan Kejaksaan Agung karena diduga melakukan kecurangan dalam distribusi dan penjualan produk.
Nggak Memenuhi Standar
Amran menyebutkan, berdasarkan hasil penyelidikan Kementan bersama tim pengawasan, ditemukan bahwa 212 dari total 268 sampel beras premium yang diperiksa nggak memenuhi standar kualitas, volume, dan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Rinciannya, sebanyak 5,56 persen beras premium itu nggak memenuhi standar mutu, 59,78 persen dijual melebihi HET, dan 21,66 persen memiliki berat yang nggak sesuai dengan yang tertera pada kemasan.
Dari hasil investigasi yang dilakukan pada 6-23 Juni itu, praktik tersebut berpotensi menimbulkan kerugian hingga mendekati Rp100 triliun setiap tahunnya. Menurutnya, praktik ini sangat merugikan konsumen.
“Temuan ini telah dilaporkan secara resmi ke Kapolri dan Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti,” kata Amran di Jakarta pada 27 Juni lalu, sebagaimana dinukil dari Antara.
Ketentuan Beras Premium
Temuan lebih mengkhawatirkan menurut Amran justru terlihat pada beras kategori medium. Dari hasil investigasi, terungkap bahwa 88,24 persen beras medium nggak sesuai dengan standar mutu, 95,12 persen dipasarkan dengan harga melebihi HET, dan 9,38 persen beratnya tidak sesuai dengan label kemasan.
"Penyelidikan ini juga menemukan adanya praktik pencampuran beras medium yang kemudian dikemas dan dijual sebagai beras premium," kata dia. "Dilabeli premium, tapi isinya merupakan campuran dengan beras medium atau tidak sesuai standar mutu beras premium.”
Amran menjelaskan, yang disebut beras premium sebetulnya sudah memiliki ketentuan sendiri. Menurut ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020, beras premium harus memiliki kadar air maksimal 14 persen, butir kepala minimal 85 persen, dan butir patah nggak lebih dari 14,5 persen.
Ketentuan ini juga didukung oleh Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 mengenai Persyaratan Mutu dan Label Beras, serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31/Permentan/PP.130/8/2017 tentang Kelas Mutu Beras.
Hilangnya Kepercayaan Konsumen
Hasil temuan ini tentu saja membuat publik merasa geram, nggak terkecuali Amalia Rahmawati yang sehari-hari menjalani kesibukan dengan membuka kedai nasi ayam tepung dan geprek di Kota Semarang. Dia geram karena beras yang biasa dibelinya menjadi salah satu merek yang diduga dioplos.
"Kalau untuk pribadi, ya sudahlah mau gimana lagi. Tapi, ini kan saya buat jualan!" tutur Amalia, Rabu (16/7). "Maksud hati memberikan servis terbaik untuk pelanggan pakai nasi dari beras yang premium, ternyata malah kena prank. Sebal rasanya!"
Hal serupa juga dirasakan oleh Aminah yang sehari-hari berjualan beras di pasar. Sebagai penjual, dia juga merasa dirugikan karena telah dipercaya oleh para pelanggan tetapnya hingga sekarang. Dia bahkan nggak tahu apa yang harus dilakukannya pada beras-beras yang diduga merupakan hasil oplosan.
"Sebagai penjual eceran, kami juga nggak tahu kalau produsen ternyata begitu. Kami beli sesuai yang tertera, yakni harga beras premium, lo! Saya juga bingung, tapi untuk sementara penjualan sudah saya hentikan," tandasnya.
Berikut adalah sejumlah merek yang diduga merupakan beras oplosan, berdasarkan temuan dari Kementan, dikutip dari Bisnis, Rabu (16/7):
Wilmar Group
- Sania
- Sovia
- Fortune
- Siip
PT Belitang Panen Raya
- Raja Platinum
- Raja Ultima
PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group)
- Ayana
PT Food Station Tjipinang
- Alfamidi Setra Pulen
- Beras Premium Setra Ramos
- Beras Pulen Wangi
- Food Station
- Ramos Premium
- Setra Pulen
- Setra Ramos
Saat ini, penyedia "beras premium" dari merek-merek tersebut di berbagai wilayah telah diminta untuk menghentikan penjualan mereka. Semoga kasus segera terselesaikan dan mereka nggak menjadi pihak yang paling dirugikan, ya! (Siti Khatijah/E10)
