Inibaru.id – Tinggal di kawasan suburban di dekat perbatasan Semarang - Demak bikin Hariadi kerap bertemu dengan pesepeda yang juga menjadi komuter saat berkendara. Nah, dia ternyata kerap menyoroti keberadaan para pesepeda tersebut yang beberapa kali kedapatan melanggar lalu-lintas.
Sebagai contoh, meski hanya sebagian kecil, ada sejumlah pesepeda yang masih menerobos lampu merah. Banyak dari mereka yang juga nggak memakai helm meski bersepeda di jalan raya yang lalu-lintasnya cukup ramai.
"Aku nggak tahu ada nggak sih aturan mengendarai sepeda di jalan raya seperti buat kami para pengendara sepeda motor. Tapi pas melihat ada beberapa pesepeda yang menerobos lampu merah sampai bikin kagok banyak pengendara yang melaju karena lampunya hijau, itu kan berbahaya banget," ungkapnya di tempat kerjanya di Jalan Pemuda, Kota Semarang, pada Rabu (17/9/2025).
Dia juga menyoroti nggak adanya hukuman atau tilang bagi pesepeda yang sembarangan gowes. Padahal, jika mereka asal-asalan berkendara, juga bisa membahayakan orang lain.
"Padahal di negara lain, seperti Jepang misalnya, seingat saya mulai memberlakukan tilang juga bagi pesepeda yang melanggar lalu-lintas," lanjutnya.
Ya, Hariadi nggak salah. Di Jepang, aturan soal pesepeda kini semakin ketat. Mulai 1 April 2026, pemerintah Negeri Sakura akan memberlakukan sistem tilang resmi untuk pesepeda berusia 16 tahun ke atas. Tilang ini dikenal dengan sebutan blue ticket alias "tilang biru".
Aturan ini dikeluarkan sebagai respons terhadap meningkatnya jumlah pelanggaran dan kecelakaan yang melibatkan pesepeda. Tilang biru akan dikenakan untuk pelanggaran yang dinilai membahayakan keselamatan seperti menggunakan ponsel saat bersepeda, menerobos palang pintu kereta, atau mengendarai sepeda tanpa rem.
Dendanya nggak main-main, lo. Untuk pesepeda yang ketahuan main HP sambil gowes, dendanya mencapai 12.000 yen atau sekitar Rp1,3 juta. Sementara itu, menerobos palang pintu kereta bisa didenda 7.000 yen (Rp780 ribu), dan bersepeda tanpa rem kena 5.000 yen (Rp550 ribu).
Untuk pelanggaran ringan seperti naik sepeda di trotoar yang dilarang, membawa payung saat bersepeda, atau nggak menyalakan lampu di malam hari, pemerintah masih menerapkan sistem peringatan. Tapi, jika dianggap membahayakan, tetap bisa dikenai denda.
Kalau pelanggar tetap ngeyel dan nggak bayar denda, siap-siap aja menghadapi tuntutan hukum. Jadi, meskipun ini "hanya" sepeda, perlakuannya nggak bisa dianggap remeh.
Nah, untuk pelanggaran berat seperti bersepeda dalam kondisi mabuk, tilang yang dikenakan disebut red ticket alias "tilang merah", yang bisa berujung pidana.
Langkah ini menunjukkan bahwa keselamatan berlalu lintas nggak cuma tanggung jawab pengendara mobil atau motor saja. Pesepeda juga punya aturan yang harus ditaati. Hm, jadi kepikiran, mungkin nggak ya aturan seperti ini juga diberlakukan di Indonesia? Kalau menurutmu, mungkin nggak, nih, Gez? (Arie Widodo/E07)
