Inibaru.id - Indonesia berhasil menambah wilayah perairannya hingga mencapai sekitar 100 mil laut sebagai bentuk konsekuensi atas sengketa perbatasan yang sebelumnya terjadi antara Tiongkok dengan Filipina.
Penambahan wilayah ini berlokasi di perairan bagian utara Laut Halmahera hingga ke arah Palau, negara kepulauan di Samudera Pasifik.
Sebagaimana dilansir dari BBC, penambahan wilayah ini merujuk pada putusan Mahkamah Arbitrase Internasional pada Juli 2016 silam terkait sengketa perbatasan antara Tiongkok dan Filipina.
Putusan Arbitrase Internasional menyebutkan suatu negara tak dapat menjadikan pulau kecil tak berpenghuni atau pulau minim berpenghuni sebagai dasar klaim hak landas kontinen.
“Jadi Palau hanya berhak memiliki 12 mil laut. Garis batas mereka mundur, sedangkan Indonesia maju,” terang Arif Havas Oegroseno, Deputi I Kementerian Koordinator Kemaritiman.
Baca juga:
Lagi, Kapal Tongkang Batubara Rusak Terumbu Karang Karimunjawa
Indonesia Teriakkan Perlindungan Bagi Nelayan Kecil Hingga Kancah Internasional
Lebih lanjut, Arif menjelaskan bahwa saat ini sejumlah pihak tengah memperjuangkan perluasan di wilayah selatan Sumba dan utara Papua. Ia memastikan Indonesia akan terus berkomunikasi dengan PBB secara komprehensif.
“Komunikasi ini setidaknya sudah berjalan dua tahun untuk wilayah utara Papua, dan sekitar 1,5 tahun untuk wilayah selatan Sumba,” tambahnya.
Sebelumnya, PBB memberikan hak atas perairan seluas sekitar 4.000 kilometer persegi kepada Indonesia. Pemerintah menyebut perairan seluas Pulau Madura yang terletak di bagian barat Aceh itu memiliki cadangan mineral.
Diperjuangkan sejak 2009, setidaknya diperlukan waktu kurang lebih delapan tahun untuk memperjuangkan wilayah tersebut sebelum bisa dipastikan menjadi hak milik Indonesia.
Keputusan PBB itu menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang landas kontinen di luar 200 mil laut zona ekonomi ekslusif.
Laut Natuna Utara
Sementara itu, pemerintah Indonesia sebelumnya telah meresmikan nama Laut Natuna Utara untuk perairan di sisi utara Kabupaten Natuna yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan. Namun, penamaan itu diklaim tidak berkaitan dengan sengketa kawasan akibat klaim Cina tentang wilayah perikanan tradisional.
Baca juga:
Hebat, Kelompok Pelestari Terumbu Karang di Banyuwangi Dihargai Kalpataru
Inspiratif! Kepala Desa Jember Ini Jadi Pembicara di PBB
Arif Havas memastikan, pemerintah memilih nama ini berdasarkan penamaan yang telah lebih dulu digunakan industri migas untuk perairan tersebut.
Saat Presiden Joko Widodo mengunjungi Natuna pada 2016, Kementerian ESDM menyebut di perairan itu terdapat 16 blok migas, lima di antaranya telah mencapai tahap eksploitasi.
"Selama ini sudah ada sejumlah kegiatan migas dengan menggunakan nama Natuna Utara dan Natuna Selatan. Supaya ada satu kejelasan dan kesamaan dengan landas kontinen, tim nasional sepakat menamakan kolom air itu sebagai Laut Natuna Utara," ujarnya di Jakarta, Jumat (14/7).
Arif menuturkan, proses penamaan yang dikerjakan lintas kementerian dan lembaga itu sesuai dengan standar yang ditetapkan International Hidrographic Organization dan ketentuan Electronic Navigational Chart.
“Pemerintah yakin penamaan itu tidak akan menyulut sengketa baru terkait Laut Cina Selatan. Pemerintah juga tidak berkewajiban meminta pertimbangan maupun mempublikasikan penamaan itu kepada negara-negara tetangga,” tandasnya. (OS/IB)