Inibaru.id - Sudah sekitar satu 8 tahun Dwi Kurnianto berjualan es durian di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Tapi, dalam tiga tahun belakangan, bisnisnya semakin berat untuk dijalani, seiring dengan semakin lesunya roda ekonomi.
Makanya, pas ada perdebatan sengit di media sosial terkait gaji karyawan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang masih di bawah upah minimum regional (UMR) dia bingung menanggapinya.
“Saya ini sebenarnya pengin banget ngegaji anak-anak sesuai UMR. Tapi ya gimana, penjualan makin sepi. Terkadang buat nutup modal saja ngos-ngosan. Tahun ini lapak saya bahkan hanya nyisa 2. Jadi penghasilan satu lapak buat karyawan, sisanya buat saya,” ucap laki-laki berusia 40 tahun tersebut pada Jumat (13/6/2025).
Dwi bukanlah satu-satunya UMKM yang mengalami masalah ini. Banyak pelaku UMKM lainnya juga. Satu sisi mereka ingin adil terhadap karyawan, tapi di sisi lain, realitas usaha kecil nggak semulus yang dibayangkan.
"Mereka ada keluarga yang harus dibiayai; saya juga. Sementara, penghasilan nggak tetap. Sulit," keluhnya.
Layaknya keluhan Dwi terkait dengan menurunnya penjualan, sebenarnya dia nggak diwajibkan untuk memberikan upah UMR bagi karyawannya. Nggak percaya? Dalam Undang-undang Cipta Kerja Pasal 90B, ada ketentuan yang memungkinkan pelaku UMKM untuk memberikan upah di bawah upah minimum dalam kondisi tertentu. Regulasi ini memang menuai pro-kontra, namun dimaksudkan untuk memberi kelonggaran bagi pelaku UMKM agar tetap bisa bertahan.
Syaratnya, UMKM harus mempertimbangkan kemampuan usaha dan harus ada kesepakatan dengan pekerja. Jadi, bukan serta-merta menggaji rendah tanpa persetujuan.
Lebih dari itu, mereka harus memenuhi syarat sebagai UMKM sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Nah, berikut adalah klasifikasi UMKM dibagi berdasarkan jumlah kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan.
- Usaha Mikro: aset maksimal Rp50 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan omzet tahunan maksimal Rp300 juta.
- Usaha Kecil: aset lebih dari Rp50 juta sampai Rp500 juta dan omzet tahunan lebih dari Rp300 juta sampai Rp2,5 miliar.
- Usaha Menengah: aset lebih dari Rp500 juta sampai Rp10 miliar dan omzet tahunan lebih dari Rp2,5 miliar sampai Rp50 miliar.
"Kalau dari aturan itu, saya hitungannya masuk usaha mikro," ungkap Dwi.
Sejauh ini, karyawannya mengerti alasan mengapa dia hanya bisa menggaji mereka dengan upah di bawah UMR. Apalagi, keduanya sama-sama tahu sebanyak apa pemasukan bulanan dari lapak es durian yang mereka gelar.
"Karyawan saya ngerti kok kondisinya. Tapi ya tetap saja, rasanya berat bagi saya. Penginnya ya penjualan melimpah dan mereka bisa saya gaji dengan layak," pungkasnya.
Harapan Dwi juga jadi harapan semua pelaku UMKM di seluruh negeri. Semoga kondisi ekonomi Tanah Air membaik sehingga pelaku UMKM dan karyawannya bisa sejahtera. Setuju, Millens? (Arie Widodo/E10)