inibaru indonesia logo
Beranda
Hits
Bertahan di Tengah Pandemi, Pedagang Awul-Awul di Semarang Barter Baju 'Preloved' dengan Sembako
Jumat, 15 Mei 2020 18:55
Penulis:
Audrian Firhannusa
Audrian Firhannusa
Bagikan:
Pandemi bikin susah pedagang awul-awul di Jalan Bubakan, Kota Semarang. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Pandemi bikin susah pedagang awul-awul di Jalan Bubakan, Kota Semarang. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Penyebaran Covid-19 bikin banyak orang merugi. Untuk bertahan di tengah pandemi, pedagang awul-awul di Semarang bahkan harus barter baju preloved dengan sembako.<br>

Inibaru.id - Kawasan awul-awul di Jalan MT Haryono, Semarang Tengah, Kota Semarang, tepatnya di dekat Bundaran Bubakan, tampak sepi. Ada 2-3 orang pelanggan yang sedang menawar. Namun, hingga menjelang tengah hari, Aji, salah seorang pedagang, mengaku belum dapat pembeli.

Selama pandemi corona, omzet para pelapak awul-awul di Bubakan memang sangat turun. Oya, perlu kamu tahu, awul-awul adalah istilah untuk pakaian bekas atau preloved yang dijual dengan harga cukup miring.

Akibat virus corona, belakangan orang memang enggan mampir untuk membeli pakaian di awul-awul. Jangankan awul-awul yang bekas, beli pakaian baru di toko atau mal saja orang merasa waswas.

Pedagang awul-awul pasrah sakan dagangannya. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>
Pedagang awul-awul pasrah sakan dagangannya. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Aji menuturkan, lebaran kali ini memang anomali. Pada tahun-tahun sebelum ini, menjelang Idulfitri sejatinya adalah waktu yang tepat bagi Aji dan teman-temannya untuk meraup untung berlipat. Dagangannya akan ramai diborong pembeli. Namun, tidak untuk kali ini.

“Sekarang cuma cukup buat makan saja. Nggak bisa kalau buat nabung atau membiayai banyak hal,” keluh Aji, Selasa (12/3/2020).

Hal senada juga dilontarkan Runiyem. Pedagang yang sudah memasuki usia senja tersebut menjelaskan betapa sepi dagangannya. Dia pun menjabarkan alur pendapatannya selama berdagang.

Untuk berjualan awul-awul, dia mengaku mendapatkan barang dagangan dari pabrik-pabrik. Dari pemasok dia biasa membeli satu celana jeans, misalnya, dengan harga Rp 65 ribu. Lalu, dia menjualnya dengan keuntungan sekitar Rp 10 ribu per item.

“Sekarang, seminggu saja baru laku satu. Duitnya sudah habis buat makan atau bayar pendorong gerobak saya,” terang Runiyem. Obrolannya berhenti setelah seorang bernama Totok mendekatinya.

Totok membawa sembako dengan motornya. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>
Totok membawa sembako dengan motornya. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Totok datang bersama anaknya, naik motor. Di motor tersebut, lelaki 45 tahun tersebut membawa sembako yang diletakkan dalam beberapa kardus dan sejumlah kantong plastik. Kedatangan Totok segera disambut para pedagang awul-awul, termasuk Runiyem.

“Aku ambil deterjen 3, sama minyak, ya,” ujar Runiyem.

Menerapkan Sistem Barter

Nggak lama setelah Runiyem mengambil deterjen dan minyak goreng, Totok mendatangi lapaknya, lalu memilih-milih pakaian seharga sembako yang diambil Runiyem. Dia juga melakukan itu ke lapak lain. Yap, mereka menerapkan sistem barter: sembako ditukar baju bekas.

Para pedagang awul-awul membawa sembako yang diinginkannya. (Inibaru.id/ Audrian)<br>
Para pedagang awul-awul membawa sembako yang diinginkannya. (Inibaru.id/ Audrian)<br>

Semenjak paceklik karena pandemi, sistem barter mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Totok secara berkala, antara 3-5 hari sekali, datang ke lapak-lapak tersebut untuk menawarkan sembako. Sebagai gantinya, dia mengambil pakaian senilai harga sembako.

“Saya tukar dengan jaket, misalnya. Ditukar dengan sembako," terang lelaki yang mengaku hanya melakukan barter dengan pedagang awul-awul di Bubakan tersebut. "Kadang juga tukar-tambah dengan uang.”

Totok mengaku hanya membawa barang-barang kecil yang memang dibutuhkan mereka, seperti sabun, deterjen, beberapa jenis minuman, minyak, mi instan, dan bumbu dapur. Dia mengaku nggak membawa beras karena dinilai terlalu berat.

Transaksi penukaran antara sembako dengan pakaian. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>
Transaksi penukaran antara sembako dengan pakaian. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Maryani, salah seorang pedagang awul-awul yang juga memanfaatkan sistem barter tersebut, mengaku merasa cukup terbantu dengan sistem tukar barang dengan sembako tersebut. Menurutnya, sistem ini saling menguntungkan, khususnya pada saat serba kekurangan seperti sekarang.

“Kalau uang, ya, nggak selalu ada. Saya punyanya barang,” pungkas Maryani.

Wah, cukup menarik, ya, Millens! Mungkin kamu juga bisa menerapkan sistem barter di daerahmu, agar semua orang bisa bertahan di tengah pandemi! (Audrian F/E03)

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

A Group Partner of:

medcom.idmetrotvnews.commediaindonesia.comlampost.co
Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved