Inibaru.id – Nggak lengkap rasanya menyantap soto atau bubur ayam tanpa kecap. Namun saat menyantap kuliner yang berkecap, satu hal yang sering terlintas di kepala adalah kedelai Malika. Ya, si kedelai hitam ini jadi bahan baku kecap yang punya peran penting.
Malika, berasal dari bahasa sansekerta Mallika yang berarti kerajaan punya makna berupa perjalanan panjangnya hingga menjadi varietas unggul. Namun tahukah kamu bahwa Malika adalah produk pengembangan penelitian dari seorang ilmuwan asal Indonesia?
Ialah Ir. Setyastuti Purwanti MS, seorang Dosen Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) yang mempopulerkan malika hingga bisa ditanam oleh 7.000 petani di DIY, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
Hal ini bermula saat ketersediaan kedelai hitam lokal untuk bahan baku kecap yang terbatas, sehingga Setyastuti memulai riset dengan berbagai kedelai hitam lokal yang ada. Hasilnya, kedelai Malika dianggap paling unggul ketimbang yang lainnya.
Hal ini disebabkan oleh ketahanannya terhadap kondisi tanah yang kering, tergenang air, atau terhadap hama. Sebagai permulaan,dirinya membudidayakan 40 Kg kedelai Malika yang ternyata memuaskan.
Selanjutnya pada 2002 bersama petani Sleman dan Bantul, dirinya menanam kedelai kembali dengan hasil produksi mencapai satu ton.
Pada tahap ini, Setyastuti menanam varietas ini pada 8 hektar lahan di Sleman dan Bantul, serta 25 hektar di daerah Klaten, Jawa tengah. Nggak hanya itu, dirinya juga memberikan petunjuk teknis dan pendampingan pada petani mulai dari proses penanaman hingga panen.
Melewati Berbagai Tahap Uji
Bahkan setelah itu, setyastuti masih melakukan pemurnian benih yang positif dan negatif hingga empat sampai lima kali tanam untuk mendapatkan malika murni.
“Saya memisahkan yang di luar tipe negatif dan positif. Saya pun berkali-kali menanam, ada sekitar empat sampai lima kali tanam untuk mendapatkan yang benar-benar tipe Malika," ungkapnya.
Setelah itu masih ada pemurnian dan uji banding untuk mengetahui hasil penanaman yang paling bagus. Hingga kini kedelai malika masih di tanam di pulau Jawa.
Kesuksesan Setyastuti ini bukan nggak berarti dirinya pernah mengalami kendala. Dirinya pernah kesulitan mencari petani untuk diajak bekerjasama untuk menanam kedelai hitam ini.
"Dari jam tujuh pagi sampai jam tujuh malam saya mencari petani, tetapi yang didapati hanyalah ketidakpastian," kenangnya.
Ketekunananya berbuah manis saat 2007 lalu, Malika hasil dari tangan penelitian panjang Setyastuti resmi dilepas sebagai varietas unggulan nasional. Perlu kamu tahu, Millens, di Indonesia terdapat tiga jenis kedelai hitam yaitu Marapi (1938), Cikurai (1992), dan Mallika (2007).
Nah ngomong ngomong tentang Malika, kamu jadi tambah tahu kan asal usulnya! (Lip/IB27/E05)