Inibaru.id - Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian LHK mencatat, pada 2023 lalu, sumber sampah terbesar di Indonesia masih didominasi oleh sampah dapur atau rumah tangga, yang menyumbang 38,2 persen dari total timbunan sampah di negeri ini.
Selain banyaknya sisa makanan yang kita buang, ketidaktahuan masyarakat dalam mengolah sampah diyakini menjadi alasan terbesar kenapa persentasenya bisa sebesar itu. Sampah dibiarkan menumpuk tanpa dikelola dengan baik hingga berakhir di tempat pembuangan.
Merasa resah dengan tingginya timbunan sampah dapur ini, para anggota PKK di Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, pun memutuskan untuk mengelola sampah di lingkungan mereka dengan mendirikan bank sampah yang diberi nama Berkah Jaya.
Bank sampah sejatinya bukanlah hal baru di Indonesia. Biasanya, program ini dibuat untuk mengelola sampah di suatu lingkungan agar nggak menumpuk dan terpilah-pilah dengan baik. Pun demikian dengan yang dilakukan di Berkah Jaya.
Kesadaran Lingkungan
Sebagian besar sampah yang dikelola Berkah Jaya berasal sampah dapur warga RT 4 RW 7 Perum Pondok Patiunus di Kelurahan Bintoro. Sampah tersebut disetorkan secara berkala dalam keadaan sudah dipilah dan dikemas.
Ketua kelompok bank sampah Berkah Jaya Sumarti Ningsih mengungkapkan, saat ini warga di RT-nya bisa dibilang punya kesadaran lingkungan yang cukup baik. Mereka, khususnya para perempuannya, telah terbiasa memilah sampah antara yang organik dengan non-organik.
Kesadaran akan kebersihan lingkungan itu nggak lepas dari upaya berulang yang dilakukan Ningsih untuk mengajak mereka. Sejak mulai rutin memilah sampah pada 2017, dia terus menularkan kebiasaan tersebut kepada para perempuan di kompleks perumahannya.
"Kunci utama agar ibu-ibu ini lebih semangat dalam mengumpulkan sampah adalah karena mereka bakal mendapatkan imbalan berupa uang tunai," tutur Ning, sapaan akrabnya.
Menabung dari Sampah
Ning mengatakan, warga menyetorkan sampah ke Berkah Jaya sebulan sekali. Saban tanggal 15, sampah ditimbang lalu dihargai sesuai beratnya. Setelah itu, uang dari penukaran sampah dicatat di buku tabungan dan bisa diambil sewaktu-waktu.
“Kemarin ada ibu-ibu yang ambil tabungan untuk beli sepeda anaknya. Selama setahun mengumpulkan sampah, dia berhasil menabung sebesar Rp400 ribu,“ terangnya.
sampah organik yang berasal dari sisa sayuran atau buah diolah menjadi pupuk. Sementara, sampah non-organik yang sulit terurai seperti botol kemasan, kardus, dan kantong plastik diubah menjadi produk UMKM seperti kerajinan tangan dan furnitur.
"Beberapa kerajinan tangan yang pernah dibuat antara lain kotak tisu, keranjang buah, tempat pensil, dan lain-lain," jelasnya menggebu-gebu. "Produk-produk ini kemudian dijual dengan harga mulai Rp35 ribu sampai Rp75 ribu."
Tampil Cantik dengan Sampah
Upaya Ning dan kawan-kawan nggak hanya mereka nikmati sendiri. Mereka juga menularkan kesadaran tersebut kepada para anggota PKK lain di Kelurahan Bintoro. Tiap peringatan 22 Desember yang bertepatan dengan Hari Ibu, mereka rutin menggelar lomba kreasi sampah plastik.
Memakai tagline "Tampil Cantik dengan Sampah", mereka rutin menggelar fashion show yang memamerkan busana-busana berbahan dasar sampah. Para peserta mematut diri di atas catwalk dengan gaun-gaun menawan yang terbuat dari plastik, kardus, dan bahan bekas lain.
Kendati berbahan dasar sampah, kamu pasti bakal takjub melihat betapa indahnya gaun yang mereka kenakan, lo! Yap, nggak sedikit penonton yang nggak menyadari bahwa pakaian warna-warni yang para peserta kenakan tersebut berbahan plastik dan kardus nggak terpakai.
Keren deh pokoknya! Andaikan kita semua mau berkreasi dengan sampah dapur kita sendiri seperti yang dilakukan Ning dkk, masalah sampah di negeri ini kayaknya bakal lebih mudah diatasi deh! Sepakat, Millens? (Ayu Sasmita/E03)