Inibaru.id - Menjelang sore, gerimis masih turun ketika saya tiba di Gubuk Lereng Merangan. Rencana memotret lokawisata viral di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, ini agaknya bakal gagal. Terlebih, hamparan sawah berundak yang indah menguning sudah raib karena sudah dipanen petani.
Hampir saja saja memilih putar balik dan pulang kalau nggak disapa seorang petani. Ramah sekali. Saya pun memarkir kendaraan dan memilih sejenak berteduh nggak jauh dari tempat wisata yang berlokasi di Desa Pakis, Kecamatan Limbangan, tersebut.
Untuk mencapai tempat yang terkenal dengan jembatan titian yang terbentang memanjang di antara hamparan sawah berundak ini, kamu bisa menjangkaunya lewat Gunungpati kalau kamu berasal dari Kota Semarang. Atau, kamu bisa melalui Bandungan kalau berangkat dari Kabupaten Semarang atau Solo.
Berkendara dari pusat Kota Semarang kurang lebih menghabiskan waktu satu jam. Jadi, silakan kira-kira sendiri, kapan kamu harus berangkat untuk menyaksikan sunrise atau sunset di sini. Kalau nggak hujan, pagi atau senja memang menjadi waktu terbaik untuk menyambangi Gubuk Lereng Merangan.
Sepeminuman teh berteduh, hujan reda. Saya pun bergegas masuk, membayar tiket sebesar Rp 10 ribu di loket, lalu mulai meniti jembatan sepanjang sekitar 150 meter. Di kanan dan kiri jembatan, ada enam gubuk yang bisa kamu singgahi. Sekelilingnya, areal persawahan terhampar: sebagian masih ditanami padi, sisanya sudah dipanen.
Arif, salah seorang pengelola Gubuk Lereng Merangan yang kebetulan menemani saya mengatakan, saban hari nggak kurang dari 100 pengunjung datang ke lokawisata yang berlokasi di punggung Gunung Ungaran tersebut. Saat akhir pekan atau hari libur, jumlahnya bahkan bisa berlipat-lipat.
“Wisata ini baru sebulan berjalan, mangga, Mas, ajak teman-teman ke sini untuk bersantai,” ungkapnya sembari mempersilakan saya masuk ke salah satu gubuk. “Kalau mau dapat pemandangan yang paling bagus harus ke sini pagi, cuacanya masih jernih; sore takutnya hujan.”
Senyum Ramah Petani
Seperti saya sebutkan sebelumnya, satu alasan yang membuat saya memutuskan untuk nggak buru-buru pulang adalah keramahan para petani di tempat ini. Sore itu beberapa petani memang tampak tengah memanen padi di sekitar gubuk. Di tengah kesibukannya memisahkan padi dari barangnya, mereka masih sempat menyapa kami.
Sekitar sepelemparan tombak dari saya, sejumlah petani juga sedang membersihkan cangkulnya; sepertinya habis membuat pematang sawah dan mempersiapkan lahan untuk kembali ditanami. Karena sudah sore, agaknya mereka tengah bersiap kembali ke peraduan. Saat berpapasan dengan pengunjung, nggak jarang mereka menganggukkan kepala atau menyapa.
Nggak hanya saya, keramahan ini juga dirasakan Novita, salah seorang pengunjung yang datang jauh-jauh dari Mijen, Kota Semarang. Menurutnya, yang membuat dia betah berwisata ke Gubuk Lereng Merangan adalah karena dia merasa disambut dengan baik olah warga setempat.
“Tempatnya asyik banget, pemandanganya bagus, petaninya juga ramah-ramah," ungkapnya.
Novita mengaku nggak menyangka bakal menemukan tempat serupa itu di Kendal. Sebelum ini, yangg dia tahu Kendal lebih terkenal dengan wisata pantainya.
"Nggak menyangka kalau Kendal ada tempat wisata kayak gini,” kata dia.
Tempat wisata alam yang menarik, bukan? Mumpung masih akhir pekan, silakan main ke sini, Millens! (Triawanda Tirta Aditya)