Inibaru.id - Suasana sendu masih begitu kentara saat saya menyambangi Tempat Permakaman Umum (TPU) Jatisari, Kecamatan Mijen, Kota Semarang menjelang Idulfitri lalu. Bedanya, jika tiga tahun silam hampir tiap hari ada saja jenazah yang dikebumikan, hari itu suasananya jauh lebih tenang.
Ketika pandemi Covid-19 melanda dunia, TPU Jatisari adalah salah satu saksi kengerian tersebut. Hari-hari itu, hampir tiap saat ada petugas berbalut APD lengkap menguburkan jenazah di liang-liang yang telah dipersiapkan, seolah kematian adalah rutinitas yang sudah dipastikan.
Kepedihan kian kentara karena kala itu proses pemakaman nggak boleh dihadiri keluarga. Inilah yang membuat saya terharu saat menyambangi permakaman ini menjelang akhir Ramadan lalu, saat orang-orang nyekar atau berziarah ke TPU tersebut.
Di hadapan gundukan tanah bernisan yang kini mulai ditumbuhi rerumputan tipis itu, saya melihat kerinduan, kesedihan, dan mungkin segurat trauma di wajah-wajah para peziarah. Sebagian dari mereka tampak telah legawa, tapi mungkin masih banyak yang belum rela.
Wiwit Setiawan, salah seorang peziarah berusia 40 tahun mengaku masih dengan jelas mengingat tragedi yang menimpa keluarganya kala itu. Kepedihan luar biasa dia rasakan ketika mertua dan ibunya tiba-tiba terenggut nyawanya hanya dalam kurun dua minggu.
"Cukup (Covid-19) sekali saja, jangan sampai terjadi peristiwa seperti itu lagi," kenangnya saat ziarah kubur di TPU Jatisari, Mijen, Senin (8/4). "Mertua meninggal dulu di Pati, lalu ibu saya seminggu setelahnya; bikin hati dan perasaan saya benar-benar hancur."
TPU Jatisari memang menjadi permakaman khusus yang disediakan Pemkot Semarang untuk para korban Covid-19. Wiwit bercerita, ibunya meninggal di RS Tugu Semarang pada 27 Juni 2021. Kala itu situasi tengah genting dan gelombang wabah sedang berada di puncak.
"Pas mengurus jenazah (ibu) untuk dimandikan saja harus mengantre. Waktu itu ada 11 antrean," akunya.
Kendati demikian, Wiwit mengaku bersyukur lantaran seluruh prosesi pemakaman, mulai dari administrasi hingga penguburan, nggak mengalami kendala berarti. Dia bahkan nggak keluar uang sepeser pun karena seluruh biaya ditanggung Pemkot Semarang.
Kini, setelah hampir tiga tahun ditinggalkan sosok tercintanya, Wiwit bersama sang ayah mengaku masih rutin ziarah kubur untuk mendoakan mendiang ibunya, khususnya saat momen Ramadan atau Idulfitri seperti sekarang ini.
Bagi umat muslim, Lebaran memang acap menjadi waktu yang tepat untuk berkunjung ke permamakan. Namun, tetap saja momen berziarah di TPU Jatisari terasa beda, karena hampir seluruh penghuninya berpisah secara mendadak dan nggak bisa diantar keluarga.
Petugas TPU Jatisari Sutopo menuturkan, kompleks permakaman ini dihuni 1.000 jenazah korban Covid-19 yang menempati blok A, B, dan C. "Blok A dan B hampir seluruhnya (korban Covid-19), sedangkan blok C sudah bercampur dengan makam umum," tandasnya.
Setelah tiga tahun, TPU Jatisari mulai tampak seperti permakaman pada umumnya yang dipenuhi ketenangan dan dijenguk orang-orang yang memendam kerinduan. Namun, para pengunjung TPU ini agaknya sepakat dengan satu doa, yakni: Semoga peristiwa ini nggak akan pernah terjadi lagi; hal yang tentu saja saya amini. (Fitroh Nurikhsan/E03)