Inibaru.id - Tempat ini sempat ramai dibahas di Twitter setelah pemilik akun @ymoankim bikin thread cerita horor tentang Sigar Bencah. Seperti Gombel, Sigar Bencah memang kerap dikaitkan dengan dunia lelembut di Semarang. Namun, saya yakin tempat tersebut bukanlah Sigar Bencah.
Penasaran untuk membuktikannya, saya pun mencari lokasi yang dimaksud via daring. Tur daring via Google menuntun saya ke sebuah jalan kecil nan terjal, entah gimana caranya orang Google bisa sampai sini, hingga ketemu tempat tersebut.
Dugaan saya nggak salah. Tempat itu masuk Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Lokasinya memang nggak jauh dari turunan Sigar Bencah. Namun, keduanya beda kelurahan.
Saya nggak asing dengan Mangunharjo karena kebetulan pernah lewat sebuah jalur alternatif menuju Universitas Diponegoro Tembalang yang rupanya melewati wilayah ini. Yap, hanya sekali itu saya melewatinya dan merasa nggak pengin mengulanginya lagi. Ha-ha.
Kondisi jalannya memang bikin kapok. Terjal dan berdebu. Daerah tersebut juga merupakan zona latihan tentara. Ehm, tapi, yakinlah, kamu harus bertandang ke sini, apalagi kalau kamu kuliah di Undip atau tinggal di sekitar Tembalang.
Lanskap alam di desa ini bikin tenang. Sejauh mata memandang, pepohonan hijau terbentang hingga ke punggung-punggung bukit, sedangkan tanah lapang ditumbuhi rerumputan liar yang rata, membuat suasana tenteram dan adem.
Kalau punya waktu yang cukup panjang, duduk-duduklah yang lama. Carilah tempat yang agak tinggi untuk duduk dan menghabiskan sore sekaligus menonton matahari terbenam.
Nggak perlu kamu pedulikan yang nyinyir bilang penikmat matahari terbenam adalah anak indie, karena itu hanyalah perkataan orang-orang yang terbawa arus. Bohong kalau orang nggak suka senja! Ehm, pengecualian untuk Soebagyo Satrowardoyo tua waktu menulis puisi "Senja". Ha-ha.
Waktu terbaik ke sini memang sore hari. Kalau kata penyair, ketika matahari sudah meredupkan sinar dan suhunya, lalu angin berkesiur pelan menggerakkan ilalang dan semuanya, dan kerbau dipandu penggembala kembali ke peraduan. Ah, suasana yang magis sekali!
Oya, di Mangunharjo, kamu bisa menyaksikan para penggembala angon kerbau yang banyak sekali. Saya sempat iseng mengikuti salah seorang penggembala yang menuruni jalan setapak sempit.
Dia terus turun mengikuti kerbau-kerbaunnya mengikuti jalan setapak tersebut, yang ternyata bermuara di sebuah sungai. Saya baru tahu di balik Sigar Bencah ada sungai. Namun, jangan berharap lebih ya soal sungai ini.
Seperti yang saya bilang, tempat ini adalah area latihan tentara. Maka, tentu saja ada tempat-tempat khusus yang bertuliskan “Tempat Melempar Granat”, misalnya. Atau, ada juga sejenis lokasi—saya nggak tahu itu tempat apa—untuk latihan menembak dan merangkak.
Kalau kamu perhatikan, nggak ada yang menarik dari wilayah tersebut; lebih terlihat seperti tempat mangkrak yang bangunannya dipenuhi sampah dedaunan dan ditumbuhi rumput. Mungkin lama nggak digunakan. Namun, kamu tetap bisa foto ala-ala di sini.
Duh, apa lagi ya? Yang jelas, saya tentu saja nggak sedang menceritakan tempat ini sebagai lokasi wisata. Namun, kalau pengin pergi ke suatu tempat yang berbeda di tengah perkotaan, dengan lahan hijau yang luas dan bonus matahari terbenam yang menawan, kamu boleh banget ke sini.
Etapi, akses menuju tempat ini cukup buruk. Yap, namanya juga jalur alternatif. Nggak bakal disalahkan kalau kamu mengurungkan niat ke sini. Bahkan, kalau belum pandai-pandai banget naik motor, jangan lewat jalan yang menghubungkan ke Lapangan Tembak dengan Undip deh. Berat!
Namun, untuk kamu menyuka tantangan seperti saya, ini tempat yang sangat menarik. Para pencinta motorcross sangat suka menempuh jalur ini. Kamu termasuk di dalamnya? (Audrian F/E03)