Inibaru.id - Saat melintas di Jl Arteri Soekarno Hatta Semarang, kamu pasti nggak asing lagi dengan menara bertingkat. Bangunan menyerupai pagoda ini merupakan atap kelenteng Maha Agung yang terletak di Jl Taman Hasanudin No A 27, Semarang.
Pagi itu kelenteng yang biasa digunakan beribadah oleh umat Tridharma ini terlihat sepi. Namun ada Asan, seorang jemaat yang juga bertugas mengurus kelenteng yang berada di bawah Yayasan TITD Panca Gunung Welas Asih tersebut. Saat kali pertama melangkahkan kaki di pelataran kelenteng, hanya ada rasa takjub melihat arsitekturnya yang begitu rumit dan beda dari kelenteng yang lainnya.
Saking uniknya, kelenteng ini kerap dikunjungi sekadar untuk berfoto.
“Pertama kita resmikan 9 tahun lalu sudah banyak yang foto,” kata Asan membuka pembicaraan.
Dalam penuturannya, Asan menjelaskan beberapa keunikan yang ada di bangunan yang dirancang oleh arsitek Tiongkok ini. Menurutnya, nggak cuma arsitek yang impor, bahan-bahannya pun didatangkan dari Negeri Tirai Bambu tersebut.
“Bahannya dari sana, diangkut pakai kontainer. Sampai sini baru disusun,” tambahnya.
Asan menjelaskan bahwa di bagian depan ada gapura yang berwarna abu-abu dengan tulisan emas khas pakaian kongco . Jarang saya jumpai warna abu-abu ini digunakan untuk bangunan khas Tionghoa. Keberadaannya bikin pengunjung yang datang selalu menyempatkan diri untuk berpose di depan gapura unik yang satu ini.
Kesan Tiongkok di Setiap Sudut
Jika kamu cermat, saat masuk kamu bakal disambut patung empat dewa yang berada di bagian depan. Keempatnya merupakan dewa penjuru yang ditempatkan di empat penjuru angin.
Selanjutnya, ada sekitar enam tiang granit besar dengan ukiran 3 dimensi yang menopang bangunan ini. Ukirannya yang detil bikin membuatnya tampak hidup. Lagi-lagi warnanya yang hitam keabu-abuan bikin keunikannya bertambah. Oh ya, kata Asan, tiang besar dan superpanjang ini juga diproduksi di Tiongkok lalu dibawa ke Indonesia dengan kontainer lo.
Selain itu, di sekeliling bangunan kelenteng dengan tempat sembayang utama berukuran 15x15 m ini dihiasi kaligrafi Tiongkok dengan warna dasar merah dan beberapa aksen emas. Nggak hanya di sekeliling kelenteng, di atas replika para dewa diletakkan, kamu bisa melihat banyak ukiran seperti stalaktit yang menghujam dari atas.
Menurut Asan, jumlah dewa di sini terbilang lengkap, paling nggak berjumlah puluhan. Itulah mengapa para jemaat senang beribadah di kelenteng kecil ini. Eits meski kecil, kelenteng ini bisa menampung sekitar 600 jemaat lo. Ternyata muat banyak orang ya!
“Waktu ulang tahun pengunjungnya ada 600 sampai ribuan orang,” tambahnya.
Oh ya, di bagian depan bagunan, ada 3 pintu yang punya makna bagi jemaat. Pintu tengah disebut sebagai pintu utama. Biasanya jemaat masuk untuk beribadah dari pintu ini. Sebelah kanannya disebut pintu kedua dan pintu kiri disebut pintu ketiga yang bisa dijadikan jalan keluar saat selesai beribadah. Hal ini sesuai dengan kepercayaan umat Tridharma. Namun yang paling menarik adalah atap menara yang menjulang tinggi dengan replika dua naga yang sedang mengapit kendi. Sayangnga Asan nggak tahu maknanya.
Jika kamu tertarik, kamu bisa berkunjung setiap hari pukul 06.00-18.00 tanpa tiket masuk. Yap, Gratis! Eits, sayang banget jika nggak abadikan momen saat berkunjung ke sini. Jadi jangan lupa bawa kameramu ya, Millens! (Zulfa Anisah/E05)