Inibaru.id – Gelaran Piala Dunia U-17 Indonesia berakhir sudah. Pada pertandingan final yang dilangsungkan di Stadion Manahan Solo, Jerman menang adu penalti atas Prancis dan menjadi juara dunia di level junior. Tapi, kita nggak akan membahas lebih jauh tentang pertandingan tersebut karena yang akan kita bahas adalah tentang venue laga final tersebut, yaitu Stadion Manahan.
Semenjak direnovasi pada 2018, stadion dengan kapasitas 20 ribu penonton tersebut memang terlihat jauh lebih cantik. Sebelum dipakai sebagai tempat laga-laga di Piala Dunia U-17, stadion ini juga digunakan Persis Solo sebagai kandang.
Baca Juga:
Sejarah Penamaan Stasiun Solo BalapanTapi, Persis Solo sebenarnya baru memakai stadion ini sebagai kandangnya sejak 2006 lalu. Sebelumnya, mereka selalu menggunakan Stadion Sriwedari yang kapasitas stadionnya lebih kecil.
Bisa dikatakan, stadion ini memang cukup muda jika dibandingkan dengan stadion-stadion lain di Pulau jawa. Maklum, stadion ini baru diresmikan pada Sabtu (21/2/1998) oleh Presiden Soeharto. Padahal, rencana pembangunan stadion ini sudah ada sejak 1989.
Betewe, pernah kepikiran nggak mengapa nama stadionnya Manahan? Apalagi di depan stadion juga ada patung orang yang sedang memanah. Terkait dengan hal ini, ternyata ada dua versi penjelasannya, Millens.
Yang pertama adalah namanya diambil di wilayah tempat stadion ini berdiri, yaitu Kelurahan Manahan di Kecamatan Banjarsari. Nama kelurahan ini berasal dari Ki Ageng Pemanahan, salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai perintis Wangsa Mataram.
Nah, wilayah di mana Ki Ageng Pemanahan tumbuh besar di Surakarta kemudian disebut sabagai Manahan. Saat Ki Ageng Pemanahan dewasa, dia kemudian mendapatkan perintah dari Sutan Adiwijaya pada 1556 untuk membuka hutan Mentaok. Lahan tersebut kemudian berkembang menjadi Kotagede di Yogyakarta.
Meski begitu, versi ini nggak sekuat versi lainnya, yaitu dulu Kelurahan Manahan adalah tempat di mana para bangsawan keraton berlatih olah raga panahan saat Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara V memimpin Praja Mangkunegaran.
“Banyak bangsawan yang berburu hutan sampai ke Alas Kethu Wonogiri. Nah, untuk melatih keahlian memanah, mereka memakai lahan yang kini jadi lokasi Stadion Manahan Solo. Saking gemarnya para bangsawan melakukan olah raga ini, konon Mangkunegara V meninggal saat berburu,” cerita sejarawan Heri Priyatmoko sebagaimana dilansir dari Solopos, Rabu (21/9/2022).
Tapi, penggunaan lahan tersebut sebagai tempat latihan panahan nggak lama. Pada 1870, lahan tersebut diubah jadi tempat pacuan kuda. Alasannya, tempat balap kuda sebelumnya dijadikan Stasiun Solo Balapan. Pembangunan tempat pacuan kuda ini dilakukan dengan serius sehingga wilayah tersebut jadi paru-paru kota sekaligus daerah resapan air pencegah banjir.
Lahan pacuan kuda itu kemudian diubah fungsinya jadi Stadion Manahan Solo yang bisa dipakai untuk kompetisi berbagai macam cabang olah raga pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Hm, menarik juga ya menilik sejarah dari Stadion Manahan Solo. Omong-omong, kamu sudah pernah ke sana belum nih, Millens? (Arie Widodo/E05)