Inibaru.id - Lokasinya berada di Gang Buntu, Pecinan, Kota Semarang. Di sanalah tempat latihan kebugaran yang menggunakan alat-alat bekas berdiri. Namanya Gorilla.
Saat mengunjunginya pada Selasa (18/2) sore, terus terang saya terkejut. Jangan harap kamu bakal menemukan ruang ber-AC, poster tubuh atletis, musik yang menghentak atau orang-orang yang menggunakan pakaian sport ketat. Tempat latihan kebugaran ini berada di gang sempit yang dihimpit bangunan tua tanpa penghuni. Perkakas olahraga yang digunakan ala kadarnya seperti barbel dari semen, tarik beban dari tumpukan batako, dan masih banyak lagi.
Pandangan mata saya tertuju pada poster bintang Smackdown yang nyaris sulit dikenali. Satu lagi, lantaran berada di gang, orang-orang lewat merupakan hal yang biasa.
Hanya ada Dion Candra dan Parno ketika saya datang. Keduanya bisa dibilang senior di Gorila. Dion ternyata mantan petinju. Dia mengaku satu angkatan dengan petinju berprestasi Kota Semarang yaitu Chris John dan Ferdinand.
Usut punya usut, usia Gorila lebih tua dibanding saya. Menurut Dion, Gorila sudah ada sejak 1991. Bukan waktu yang sebentar untuk sebuah tempat fitness pinggiran dengan peralatan ala kadarnya. Namun sempat juga aktivitas di sini terhenti.
“Ini baru saja aktif lagi. Ini habis vakum selama 4 bulan tampaknya,” ucapnya seraya menarik beban banpres. “Yak karena banyak alat-alat yang rusak. Orang-orang sudah nggak seramai dulu,” tambahnya.
Dion mengungkapkan, anggota klub fitness Gorila ini awalnya orang-orang sekitar. Kini anggotanya makin melebar meski tinggal beberapa gelintir.
Parno yang berprofesi sebagai kuli angkut barang di Pasar Johar misalnya. Saya lihat, dia mengangkat barbel. Sekali-dua kali dia mengobrol dengan Dion di sela-sela latihan. Tubuhnya yang bongsor dan berotot meyakinkan saya kalau dia nggak menemukan kendala berarti selama bekerja.
Memang kebanyakan anggota Gorila nggak jauh-jauh dari profesi kalangan menengah ke bawah. Kata Dion, mereka berasal dari satpam, pekerja angkut barang, tukang becak, tukang potong rumput, office boy, dan wiraswasta.
Obrolan terjeda ketika Mustofa muncul. Profesinya sama seperti Parno. Debu-debu putih masih menempel di kedua lengannya. Barangkali dia habis mengangkat berkarung-karung tepung. Telapak tangannya yang kasar cukup menyiratkan kehidupannya yang keras.
Diprakarsai Tukang Las
Siapa sangka Gorila dibentuk oleh seorang tukang las bernama Kardi. Pria yang telah berusia setengah abad tersebut bermukim nggak jauh dari lokasi fitness. Dengan keahliannya, dia membuat sejumlah peralatan untuk mendukung kerabat dekatnya yang gemar berolahraga.
“Dari situ jadi keterusan dan banyak yang ikut. Dulu anggotanya bisa mencapai 50 orang lebih. Gang ini penuh. Mainnya antre dari siang sampai malam. Sekarang ya, karena zaman sudah berbeda cuma 10 orang,” ujar Dion.
Sembari meratapi kondisi Gorila, Dion mengenang masa keemasan pusat kebugaran ala-ala ini. Sejumlah prestasi pernah diukir, lo. Ada anggota jadi binaragawan atau memenangkan kontes adu panco. Sayangnya, nggak terarsip.
“Di Gorila, iuran sukarela. Kami di sini karena kenyamanan. Disatukan oleh kenyataan nasib yang sama. Nggak ada vitamin di sini. Materi apalagi. Hanya olahraga dan persaudaraan,” tandas pria yang saat ini bekerja di perusahaan advertising tersebut.
Seru ya. Kamu tertarik gabung nggak, Millens? (Audrian F/E05)