Inibaru.id - Di Kabupaten Demak, ada seorang pengrajin beduk dan rebana yang sudah melegenda. Namanya, H Mustofa. Melakoni profesi secara turun-temurun, produk bikinan keluarga Mustofa ini sudah sangat tenar.
Berbagai pelosok Indonesia hingga menembus mancanegara sudah membuktikan kualitas beduk dan rebana buatannya. Presiden Indonesia dari masa ke masa juga sudah pernah membeli produk dari keluarga Mustofa.
Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana proses produksi beduk dan rebana yang sudah melegenda itu, saya berinisiatif berkunjung ke rumah Mustofa. Lokasinya berada di Jalan Tanubayan RT 3/ RW 10. Saat saya masuk di gang tersebut, ternyata pengrajin bedug dan rebana nggak hanya satu.
“Itu yang buka dulunya adalah pegawai saya. Mereka membuka sendiri,” terang Mustofa beberapa jam kemudian setelah saya cukup lama di sana pada Rabu (17/6).
Awal kedatangan saya bingung dan ragu, sebab rumah Mustofa nggak seperti tempat produksi beduk dan rebana. Tampilannya apik layaknya rumah hunian. Tapi ternyata dugaan saya salah. Mustafa lalu mengajak saya ke belakang rumahnya. Di sanalah dia memproduksi kerajinan-kerajinan ini.
Begitu masuk terlihat beberapa jumlah pekerja yang sibuk dengan tugasnya masing-masing. Ada salah seorang pekerja yang bernama Farid Fatullah. Dia sedang mengecat tulisan kaligrafi pada beduk yang masih setengah jadi.
Kami mengobrol ringan mulai dari proses pembuatan hingga seberapa luas pasar beduk buatannya. Farid tahu banyak hal. Saya jadi paham mengapa lak-laki ini tahu banyak. Ternyata dia bukan pegawai biasa seperti yang saya sangka, tapi anak dari Mustofa.
“Bapak (Mustofa) masih ikut membuat kulitnya. Kalau kulitnya nggak bisa sembarangan,” katanya.
Memang kualitas utama beduk dan rebana adalah pada kulit tabuhannya. Kalau salah desain sedikit saja, suaranya akan berbeda. Kemudian ketahanannya pun nggak bisa lama. Kulit yang digunakan adalah kulit sapi dan kambing.
Saya kemudian berbincang langsung dengan Mustofa. Usaha yang telah dia jalani sejak tahun 80-an ini memang harus penuh perhitungan. Jenis kayu yang digunakan juga nggak bisa asal. Untuk membuat beduk, Mustofa menggunakan kayu trembesi. Sementara rebana dibuat dengan kayu mahoni.
Saat ini Mustofa sudah memiliki pemasok kayu. Kayu yang dibeli merupakan kayu utuh, Millens. Kemudian kayu dilubangi dan diukir di Jepara. Ukiran itu berbentuk kaligrafi.
“Tapi yang di Jepara itu juga pegawai saya,” ungkapnya.
Proses selanjutnya adalah pengeringan. Ini nih proses yang memakan waktu paling lama. Bisa
sampai 1 tahun lo. Nah, agar pembeli nggak perlu menunggu terlalu lama, Mustofa biasanya menggunakan stok yang sudah ada.
FYI, proses yang dilakukan di rumah Mustofa ini hanya sebatas finishing seperti pengamplasan, pengecatan, dan pemasangan kulit.
“Membuat seperti ini (rebana dan beduk) perlu perhitungan khusus, nggak semua orang bisa. Bahkan yang tahu rumusnya hanya turun-temurun dari kakek saya,” tutur laki-laki berusia 59 tahun tersebut.
Harga rebana dan beduk memiliki kategori masing-masing
tergantung ukuran, jumlah, dan hal-hal khusus yang dipesan. Harga rebana berkisar antara Rp 2 juta sampai Rp 10 juta. Sementara beduk dibanderol mulai dari Rp
12,5 juta sampai Rp 125 juta. Hm
Harga ini tentu sepadan dengan kualitas barang ya. Bayangkan saja, beduk dan rebana produksi Mustofa bisa bertahan hingga 30 tahun. Berminat beli, Millens. (Audrian F/E05)