Inibaru.id - Sistem pendidikan ala pesantren selama ini menjadi dasar pengajaran para santri di Indonesia. Sementara, keberadaan aturan baru yang dikeluarkan pemerintah melalui Kemendikbud terkait sekolah lima hari atau full day school (FDS) dianggap sebagian kalangan akan mematikan pesantren.
Organisasi masyarakat (ormas) Nahdatul Ulama (NU) yang menjadi basis pesantren di Tanah Air pun merasa keberatan dengan peraturan menteri tersebut. Sebagian petinggi NU pun mengecam program ini. Salah satunya Ketua Umum Pengurus Besar NU (PBNU) Said Aqil Siradj.
Said mengaku khawatir atas rencana kebijakan ini. Ia menolak dan menegaskan ingin tetap mengusung dan mempertahankan konsep pendidikan ala pesantren yang selama ini sudah mengakar begitu lama di negeri ini.
Menurutnya, sistem FDS tak akan mampu membangun karakter anak seperti yang dilakukan pesantren. Selama ini, pesantren juga diajarkan sejumlah ilmu pengetahuan umum seperti yang diajarkan di sekolah.
“Dalam pesantren diajarkan soal akhlak, menghormati orangtua, menghormati kiai, toleransi, solidaritas, serta gotong-royong,” kata dia.
Sementara full day school justru kebalikannya.
“FDS tidak membentuk karakter karena anak tidak bisa mengaji. Waktunya habis hanya untuk sekolah," kata Said di Kantor PBNU, Jakarta, sebagaimana dilansir dari Viva, Kamis (10/8/2017) malam lalu.
Propaganda Ideologi
Said takut, terkikisnya nilai-nilai yang diajarkan pesantren akibat penerapan FDS ini akan berdampak besar. Hal ini disebabkan karena tanpa pola pendidikan pesantren tersebut, maka propaganda ideologi radikal tidak akan ada yang membendung.
"Karena full day school pulang sore, anak-anak tidak kenal akhlak. Maka saya jamin akan muncul generasi radikal," kata Said.
Tak hanya itu, Said Aqil bahkan menjabarkan keunggulan lainnya dari pola pendidikan ala pesantren tersebut, yang juga mengajarkan bagaimana mengolah pemikiran, persoalan, dan berpikir objektif sehingga para lulusannya tidak menjadi orang yang mudah dihasut.
"Santri juga dididik menganalisis persoalan, berpikir logis, objektif, tidak sembarangan, sehingga tidak gampang mengikuti emosi," lanjutnya.
Jika dengan penerapan full day school, dinilai paham-paham radikal akan semakin berkembang. Salah satu faktor penangkalnya yakni dunia pesantren telah tergerus pemberlakuan aturan tersebut.
"Betapa pesantren telah berhasil membangun karakter bangsa. NU tidak bertanggung jawab kalau muncul anak-anak radikal," tegas dia. (OS/IB)