Inibaru.id – Ada-ada saja kelakuan anak zaman sekarang. Mereka yang biasa disebut “kids zaman now” atau “bocah kebanyakan makan micin” itu acap menjadi bulan-bulanan di media sosial lantaran tingkah mereka yang nyeleneh. Kasihan, tapi mereka juga keterlaluan.
Mereka kebanyakan sangat aktif di media sosial. Apa pun diceritakan. Begitu aktifnya, terkadang anak-anak tersebut lupa membedakan antara ranah publik dengan ranah pribadi. Kedua hal tersebut bercampur-baur.
Yang terkadang menggelikan, tak jarang mereka melontarkan aksi-aksi yang sebenarnya belum relevan bagi usia mereka, bahkan cenderung mengangkangi norma dan etika yang berlaku di Indonesia.
Baca juga:
Dutch Placement Day 2017: Untuk yang Ingin Kuliah di Belanda
Persiapan Kuliah di Belanda? Belajarlah "Mengutip"!
Entah sudah berapa kali publik dunia maya dibuat heboh dengan gaya berpacaran anak-anak SD zaman now yang begitu mengumbar kemesraan di media sosial. Berpelukan atau berciuman menjadi adegan lumrah yang mereka pertontonkan di akun media sosial pribadi mereka.
Yang lebih mengundang tawa dan tangis, dalam berkomunikasi tak jarang mereka menyebut pasangannya “mama-papa”, “mami-papi”, “ayah-bunda”, atau sebutan serupa yang seharusnya masih jauh dari umur mereka.
Ada apa dengan anak-anak ini? Apakah yang sebenarnya mereka cari di media sosial? Eksistensi, atau sekadar menunjukkan ekspresi?
Dilansir dari Tempo.co, Minggu (5/11/2017), psikolog anak dan remaja Vera Itabiliana Hadiwidjojo menuturkan, media sosial memang menjadi alat bagi anak untuk mencari perhatian dan mendapatkan respons dari lingkungan.
Baca juga: Bullying Ternyata Juga Bisa Memberikan Dampak Buruk Bagi Pelakunya
“Anak, khususnya yang memasuki usia pubertas, butuh teman bicara yang mau mendengar, memberi perhatian, dan menerima mereka apa adanya. Hal ini bisa didapatkan dari medsos (media sosial). Dulu mungkin ada buku harian, lalu sekarang muncul medsos yang fungsinya sama dengan buku harian. Yang membedakan, medsos bisa dibaca banyak orang dan memberi respons balik untuk anak,” urai Vera.
Ia menambahkan, media sosial juga memberi keleluasaan dan kebebasan, yang didambakan anak, untuk berekspresi. Terlebih, lanjutnya, mereka merasa media sosial adalah dunia mereka karena mereka mengakses dengan gawai pribadi.
“Ini yang menyebabkan mereka tidak sadar. Mereka tak sadar bahwa medsos sebenarnya merupakan ranah publik,” tegasnya. (GIL/SA)