Inibaru.id - Puisi adalah sebuah jendela yang membuat kita takjub terhadap keragaman kemanusiaan. Begitulah kata Irina Bokova, Dirjen Unesco pada peringatan hari Puisi Sedunia dua tahun silam.
Dalam beberapa hal, puisi juga menjadi perlawanan, curahan perasaan yang mendalam, bahkan bentuk kekaguman pada alam. Tak jarang, baris-baris puisi itu pun kemudian dimasukkan dalam bagian dari film, baik menjadi bagian dalam dialog, monolog, atau sekadar narasi.
Nah, bertepatan dengan Hari Puisi Sedunia yang ditetapkan Unesco kali pertama pada 21 Maret 1997, berikut ini adalah sejumlah film Tanah Air dengan puisi-puisinya yang terkenang hingga kini. Apa saja?
Ada Apa dengan Cinta 2 (2016)
Adegan dalam Ada Apa dengan Cinta 2. (Bookmyshow)
Jendela terbuka…
Dan masa lampau memasukiku sebagai angin
Meriang. Meriang. Aku meriang.
Kau yang panas di kening, kau yang dingin dikenang
Hm, siapa yang tak mengingat penggalan puisi "Tidak Ada New York Hari Ini" tersebut? Ya, melanjutkan kesuksesan Ada Apa dengan Cinta (AADC) yang dipenuhi puisi-puisi Rako Prijanto, sekuelnya juga diperkuat dengan sejumlah puisi yang sebagian diciptakan M Aan Mansyur.
Selain puisi tersebut, sederet puisi juga bisa kamu nikmati, di antaranya "Ketika Ada Yang Bertanya Tentang Cinta", "Batas", dan "Akhirnya Kau Hilang". Dijamin hati lumer! Ha-ha.
Istirahatlah Kata-Kata (2016)
Adegan dalam Istirahatlah Kata-Kata. (Mldspot)
Jika AADC banyak bicara tentang cinta, puisi-puisi dalam Istirahatlah Kata-Kata lebih mengangkat tentang perjuangan dan perlawanan.
Mengupas sosok yang hilang pada saat kerusuhan 1998, film biopik Wiji Thukul yang merupakan penyair cum aktivis itu dipenuhi puisi-puisi Wiji yang begitu menyayat hati tapi penuh kemarahan, misalnya puisi "Istirahatlah Kata-Kata".
(Baca Juga: Musikalisasi Puisi, Sejumlah Puisi Ini Jadi Lagu yang Begitu Nyaman di Telinga)
Namun, di balik kegetiran yang dialami Wiji, ada satu penggalan puisi yang begitu romantis di akhir cerita. Puisi itu dibacakan Sipon, sang istri, setelah Wiji Thukul tak ketahuan lagi rimbanya. Begini puisinya:
Aku tidak ingin kamu pergi
Aku juga tidak ingin kamu pulang
Yang aku ingin kamu ada
Duh, sedih, deh! Tisu, mana tisu? Hu-hu.
Rectoverso (2013)
Adegan dalam omnibus Rectoverso. (Danieldokter.wordpress)
Dewi "Dee" Lestari adalah salah satu penulis yang hampir nggak pernah gagal mengaduk-aduk perasaaan pembacanya. Pun demikian dengan Rectoverso. Ketika kumpulan cerpen itu diangkat ke layar lebar dalam bentuk omnibus pun setali tiga uang.
Berisikan lima cerita berbeda dengan sutradara yang berlainan serta diperankan pemain yang tak sama, Rectoverso menjadi "antologi" yang begitu kaya, termasuk dialog dan narasi indah di dalamnya, yang banyak dinukil dari kata-kata Dee.
Satu "puisi" yang mungkin cukup menarik adalah pada film Hanya Isyarat yang dibesut Happy Salma. Beginilah puisinya:
Aku jatuh cinta..
Aku jatuh cinta pada seseorang yang hanya sanggup aku gapai sebatas punggungnya saja.
Seseorang yang hanya sanggup aku nikmati bayangannya,
tapi tak akan pernah bisa aku miliki.
Seseorang yang hadir bagaikan bintang jatuh sekelebat kemudian menghilang begitu saja,
tanpa sanggup tangan ini mengejarnya.
Seseorang yang hanya bisa aku kirimi isyarat sehalus udara, langit, awan atau hujan.
Ah, puisi memang begitu indah. Yap, tentu saja itu belum semua. Ada banyak puisi yang bertebaran di film-film Indonesia. Disadari atau tidak, puisi-puisi itu sudah pasti bakal jadi daya tarik siapapun yang menontonnya. Kalau kamu, apa puisi favoritmu di film, Millens? (IB20/E03)