Nah, karena dikenal sebagai jajanan tradisional yang digemari
warga Pekalongan dan sekitarnya, sejak lebih dari 20 tahun silam, warga
Kelurahan Pekajangan Gang 20, Kecamatan Kedungwungi Kabupaten Pekalongan, menjadikan
gebral sebagai bagian dari tradisi lebaran bernama Gunungan Gebral Syawalan.

Dari namanya saja, kita sudah tahu kalau tradisi ini digelar
saat Syawalan alias H+7 Idulfitri. Tapi, proses persiapan tradisi ini bahkan
sudah dilakukan sejak beberapa hari sebelum lebaran, lo! Ini dilakukan karena nantinya gunungan gebral ini bakal berukuran
raksasa, bisa sampai setinggi 2-3 meter, lo!

Karena jumlah gebral yang dibuat cukup banyak, jangan heran
kalau singkong yang disiapkan bisa sampai lebih dari 100 kilogram, gula jawa
yang dipakai mencapai 5 kilogram, gula pasir mencapai 10 kilogram, hingga lebih
dari 50 butir buah kelapa. Seperti mempersiapkan pesta besar, ya?

Yang pasti, gebral-gebral yang akan dijadikan gunungan ini
nantinya akan diberi pewarna makanan agar lebih menarik. Makanya, di
gunungannya, kamu bisa melihat gebral berwarna cokelat, hijau, merah, biru,
atau kuning.

Setelah gunungan gebral jadi, warga biasanya mulai mengaraknya
sejak pukul 08.00 WIB bersamaan dengan agenda jalan sehat. Setelah itu, pada
pukul 11.00 WIB, proses pemotongan gunungan dilakukan. Gebral pun kemudian
diperebutkan oleh warga. Setelah puas mendapatkan gebral, warga masih bisa
mencicipi sejumlah jajanan yang juga disediakan di Pekajangan.

“Tradisi ini penuh dengan nilai kebaikan dan kebersamaan
bagi warga dalam memperingati Syawalan,” ungkap mantan Bupati Pekalongan Asip
Kholbihi saat ikut serta dalam tradisi ini pada 21 Juni 2018.

Seru banget ya tradisi Gunungan Gebral Syawalan di
Pekalongan ini. Kalau kebetulan ada di sana, coba deh menontonnya langsung Siapa tahu bisa mendapatkan gebral yang lezat juga kan?&nbsp;(Arie Widodo/E10)

Inibaru.id – Warga Pekalongan dan sekitarnya pasti akrab
dengan jajanan tradisional dari singkong bernama gebral. Selain mudah ditemukan
di pasar tradisional atau penjual aneka jajanan, gebral juga hadir dalam bentuk
tradisi lebaran benama Gunungan Gebral Syawalan.

Buat kamu yang belum tahu, gebral terbuat dari singkong yang
diberi tambahan parutan kelapa dan gula merah. Kombinasi ketiga bahan ini
membuat gebral memiliki rasa manis dan gurih yang bikin nagih.

Digelar pada H+7 Lebaran, tradisi gunungan gebral syawalan bikin meriah suasana Lebaran Ketupat di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah,

Gunungan Gebral Syawalan Bikin Meriah Lebaran di Pekalongan

Menurut cerita yang beredar, Batu Bleneng telah ada sejak zaman dahulu dan memiliki peran penting dalam keseimbangan alam. Batu ini diyakini digunakan untuk menutup sebuah mata air raksasa yang terus menyembur tanpa henti, mengancam pemukiman di sekitarnya. 

Kepercayaan lain menyebutkan bahwa batu ini menjadi tempat semedi para leluhur, menambah kesan magis yang menyelimutinya.

Konon, setiap usaha untuk memindahkan batu ini selalu gagal dan berujung pada kejadian aneh atau malapetaka. Selain itu, batu Bleneng dipercaya memiliki energi spiritual yang kuat, sehingga banyak orang menganggapnya sebagai tempat yang sakral.&nbsp;

Beberapa orang menghubungkan keberadaan batu ini dengan tingginya angka kecelakaan di tol tersebut, meskipun faktor keselamatan jalan dan kelalaian pengemudi lebih masuk akal sebagai penyebab utama.

Di lain sisi, mitos dan kepercayaan seputar Batu Bleneng memang menarik untuk dikaji. Namun, dari perspektif ilmiah, nggak ada bukti yang secara langsung mengaitkan keberadaan batu ini dengan kecelakaan yang terjadi. Sepertinya, faktor kelelahan pengemudi, kondisi jalan, serta aspek teknis kendaraan lebih berpengaruh terhadap keselamatan berkendara dibanding unsur mistis.

Meski begitu, kepercayaan terhadap Batu Bleneng tetap menjadi bagian dari kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun. Bagi sebagian orang, mitos ini bukan sekadar cerita, melainkan bagian dari sejarah dan identitas budaya yang perlu dihormati.

Batu Bleneng di Tol Cipali adalah salah satu fenomena unik yang menggabungkan sejarah, mitos, dan kepercayaan masyarakat. Terlepas dari benar atau tidaknya cerita mistis yang menyelimutinya, keberadaan batu ini tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka yang melintasi jalan tol tersebut. 

Apakah Batu Bleneng memang memiliki kekuatan gaib, atau hanya sekadar batu biasa yang dilingkupi legenda? Jawabannya kembali pada kepercayaan masing-masing individu. Kalau kamu percaya nggak, Millens? (Siti Zumrokhatun/E05)

Inibaru.id - Di tengah hiruk-pikuk Tol Cikopo-Palimanan (Cipali), terdapat sebuah batu besar yang menyimpan berbagai kisah mistis. Batu Bleneng, demikian masyarakat setempat menyebutnya, diyakini memiliki aura gaib dan nggak dapat dipindahkan. Keberadaannya di Kilometer 182 kerap dikaitkan dengan mitos yang berkembang turun-temurun.

Tol Cipali merupakan bagian dari Tol Trans Jawa yang menghubungkan Cikopo, Purwakarta, hingga Palimanan, Cirebon. Meski baru diresmikan pada 2015, tol ini telah menjadi saksi banyak peristiwa, termasuk kecelakaan yang kerap dikaitkan dengan hal-hal mistis. Salah satu cerita yang paling terkenal adalah tentang Batu Bleneng yang berdiri kokoh di tepi jalan tol.

Konon, semua cara yang digunakan untuk memindahkan batu ini berakhir dengan kegagalan

Kisah Batu Bleneng di Tol Cipali yang Misterius

Lalu, apakah kimchi bisa
memberikan manfaat kesehatan bagi kulit? Jawabannya, benar! Karena kaya probiotik, sudah banyak penelitian yang menyebut
kimchi sebagai salah satu makanan yang paling sehat di dunia.

Selain bikin
pencernaan jadi lebih sehat, kandungan di dalam kimchi yang kaya akan vitamin
serta antioksidan juga bisa bikin sistem kekebalan tubuh lebih baik.
Artinya, makan kimchi memang bisa bikin kita jadi nggak mudah jatuh sakit.

Namun, apakah rutin makan kimchi bisa bikin kulit
glowing dan nggak jerawatan? Kalau ini, belum ada penelitian yang membuktikannya.
Meski begitu, ahli kesehatan membenarkan kemungkinan bahwa rutin makan kimchi bisa membantu kulit lebih sehat.

Fakta bahwa rutin makan kimchi bisa membantu kulit lebih sehat sempat diungkapkan ahli kulit dr Ruri Diah Pamela SpKK. Alasannya, kimchi kaya akan nutrisi sehat seperti probiotik
alias bakteri baik layaknya Lactobacilllus yang punya kemampuan unik berupa
menjaga keseimbangan mikrobioma pada usus.

Selama mikrobioma usus terjaga, peradangan pada tubuh bisa dicegah. Perlu kamu tahu, peradangan-peradangan pada tubuh adalah kondisi yang memicu munculnya jerawat pada wajah.

“Kimchi juga kaya antioksidan dan vitamin C yang baik untuk
kulit dan mampu melawan radikal bebas penyebab penuaan dini atau kulit kusam,”
ungkap dr Ruri sebagaimana dikutip dari Detik, Kamis (13/3/2025).

Meski baik untuk kesehatan kulit, bukan berarti hanya dengan
makan kimchi masalah kulit seperti jerawat bakal otomatis kelar. Mencegah kemunculan jerawat hanya bisa dilakukan dengan menerapkan pola makan dan gaya hidup yang lebih sehat
secara keseluruhan demi mendapatkan manfaat tersebut.

Namun begitu, nggak ada salahnya untuk sering-sering mengonsumsi kimchi. Kamu suka
makan kimchi juga, Millens? (Arie Widodo/E10)

Inibaru.id – Kamu gemar mengonsumsi makanan khas
Korea, Millens? Kalau iya, pasti nggak asing dengan kimchi, bukan?
Sayuran fermentasi dengan rasa asam ini memang hampir selalu hadir di setiap menu kuliner di Negeri Gingseng.

Selain rasanya yang unik, banyak orang suka makan kimchi
karena konon bisa bikin kulit glowing. Bahkan, beberapa saat lalu, di media
sosial X, ada warganet yang mengaku kulitnya jadi nggak jerawatan lagi
setelah rutin makan kimchi selama enam bulan.

Di media sosial X, muncul narasi yang menyebut rutin makan kimchi bisa bikin kulit glowing. Beneran nggak, ya?

Benarkah Rutin Makan Kimchi Bikin Kulit Glowing?

Nah, agar semangat tetap terjaga dan nggak kehilangan spirit Ramadan, sebagai umat muslim, kita sejatinya bisa belajar dari sosok inspiratif dalam sejarah Islam, yaitu Umar bin Khattab.

Umar adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW dan khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar As-Siddiq. Khalifah yang berkuasa pada 634-644 ini dikenal karena ketegasan, kedisiplinan, dan komitmennya dalam menjalankan ajaran Islam.

Khalifah Umar bin Khattab hidup sekitar pertengahan abad ke-6. Sosoknya tinggi dan kuat serta piawai menunggang kuda dan bergulat. Semasa muda, dia memang dikenal sebagai pegulat tangguh yang sangat disegani kaumnya.

Kemampuan orasi Umar juga luar biasa, membuatnya acap diminta mewakili sukunya saat menghadapi konflik dengan suku lain di Arab. Kemampuan itu terus diasahnya setelah masuk Islam dan menjabat sebagai khalifah. Umar sangat disegani negara lain dan kepemimpinannya menjadi salah satu kekuatan besar di Timur Tengah.

Sosok yang semasa hidup dikenal dengan kesederhanaannya ini diberi julukan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Al-Faruq atau orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.

Kematian sosok yang dijanjikan surga kepadanya ini adalah duka bagi umat Islam di seluruh dunia hingga sekarang.

Tiga Cara Menjaga Spirit Ramadan ala Umar

Menjadikan Umar bin Khattab sebagai anutan bukanlah sebuah kesalahan, karena bisa memotivasi kita untuk menjaga konsistensi dalam beribadah. Berikut adalah tiga cara menjaga spirit Ramadan dengan mengambil inspirasi dari kepemimpinan sang Khalifah kedua tersebut.

1. Menjaga konsistensi ibadah seperti kedisiplinan Umar

Salah satu sifat utama Umar bin Khattab adalah disiplinnya dalam beribadah. Dia selalu menjaga salat tepat waktu dan nggak membiarkan dirinya terlena dalam kenyamanan dunia.

Setelah Ramadan, kita bisa meneladani Umar dengan tetap menjaga konsistensi ibadah yang telah terbiasa selama sebulan penuh, seperti:

Ramadan bukan hanya tentang beribadah selama satu bulan, tetapi latihan untuk menjadi lebih baik sepanjang tahun. Seperti Umar yang tetap teguh dalam keimanannya setelah masuk Islam, kita pun harus tetap teguh dalam ibadah meskipun Ramadan telah berlalu.

2. Mengendalikan diri seperti Umar setelah menjadi pemimpin

Umar bin Khattab dikenal sebagai pemimpin yang tegas, tetapi juga mampu mengendalikan emosinya. Ketika seseorang mengkritiknya, dia nggak marah, justru menjadikannya sebagai pelajaran.

Ramadan mengajarkan kita untuk mengendalikan hawa nafsu dan emosi. Maka, setelah Idulfitri, kita harus tetap menjaga sikap ini, dengan cara:

Sebagaimana Umar yang mengendalikan dirinya dalam menghadapi kritik dan ujian, kita pun bisa menerapkan pengendalian diri yang kita latih selama Ramadan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Memperkuat kepedulian seperti kedekatan Umar dengan rakyat

Sebelum mendirikan Baitul Mal, Umar&nbsp;bin Khattab memilih tinggal di rumah lumpur sederhana di dekat kaum marjinal agar lebih mengenal rakyatnya. Untuk memastikan kesejahteraan rakyatnya, selama menjadi khalifah dia&nbsp;juga sering menyamar pada malam hari untuk menyelinap di antara mereka.

Ramadan seharusnya berhasil membentuk kita menjadi sosok yang seperti Umar yang peduli terhadap sesama, bahkan merelakan sebagian besar hartanya untuk rakyat dan menegakkan agama.

Setelah Idulfitri, kita bisa mempertahankan kebiasaan baik ini dengan:

Sebagaimana Umar yang tidak berhenti membantu rakyatnya, kita pun bisa menjadikan Ramadan sebagai titik awal untuk terus berbagi kebaikan pada hari-hari ke depan.

Spirit Ramadan bisa terus hidup dalam keseharian jika kita mau berpikir bahwa bulan suci itu bukanlah semata momen sesaat, tapi bagian dari perjalanan spiritual yang berkelanjutan. Maka, tujuannya bukanlah menjadi bersih, tapi bertahan dalam kebersihan itu. Sepakat, Millens? (Siti Khatijah/E07)

Inibaru.id - Ramadan disebut sebagai Bulan Suci, salah satunya karena pada bulan tersebut kita seperti yang "kotor" pada bulan-bulan sebelumnya direndam, dikucek, lalu dibilas agar menjadi pribadi yang bersih saat merayakan kemenangan Hari Raya Idulfitri.

Setelah bersih, tentunya kita nggak pengin kotor-kotor lagi dong? Kita berharap menjadi pribadi baru yang lebih baik dengan semangat menggebu dalam beribadah, disiplin waktu, dan kebiasaan baik lainnya. Sayangnya, acap kali semangat itu mengendur setelah kita kembali ke rutinitas lama.

Idulfitri bukanlah momen untuk melupakan Ramadan yang telah berlalu, tapi menjadikannya patokan akan seperti apa kita selanjutnya.

3 Cara Menjaga Spirit Ramadan setelah Idulfitri: Belajar dari Umar bin Khattab

Sindrom metabolik adalah kumpulan kondisi yang mencakup tekanan dan gula darah tinggi, kelebihan lemak tubuh di sekitar pinggang, dan kadar kolesterol atau trigliserida yang nggak normal, yang semuanya meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan diabetes tipe 2.

Selain itu, kebiasaan makan sendirian juga dikaitkan dengan peningkatan risiko depresi. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Age and Ageing meneliti sekitar 35.000 pria dan wanita mengenai kebiasaan makan mereka melansir Kumparan (15/11/2021).

Hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang sering makan sendiri, terutama laki-laki, lebih berisiko mengalami depresi. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya interaksi sosial dan perasaan kesepian yang muncul saat makan tanpa ditemani.

Penelitian lain yang dipublikasikan dalam jurnal Menopause&nbsp;mengutip Suara (10/12/2021) menunjukkan bahwa perempuan yang terbiasa makan sendiri memiliki risiko 2,58 kali lebih tinggi mengalami angina, yaitu gejala penyakit arteri koroner yang melibatkan berkurangnya aliran darah ke jantung.

Selain itu, mereka cenderung kurang memperhatikan asupan nutrisi seperti kalori, serat, dan karbohidrat, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan jantung.

Kebiasaan makan sendirian dapat membawa dampak negatif bagi kesehatan fisik dan mental, termasuk peningkatan risiko obesitas, sindrom metabolik, depresi, dan masalah jantung.

Oleh karena itu, disarankan untuk meningkatkan interaksi sosial saat makan, seperti makan bersama keluarga atau teman, untuk mendukung kesehatan secara keseluruhan. Ternyata hal yang kita anggap sepele punya efek kesehatan yang cukup serius ya?

Kalau kamu suka cari teman nggak waktu makan, Millens? (Siti Zumrokhatun/E10)

Inibaru.id -&nbsp;Siapa sangka jika kebiasaan makan sendirian bukan hanya memengaruhi aspek sosial seseorang, tetapi juga berdampak signifikan pada kesehatan fisik dan mental?

Yap, menurut Klikdokter (26/5/2020) berbagai penelitian menunjukkan bahwa sering makan sendiri dapat meningkatkan risiko sejumlah masalah kesehatan

Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Obesity Research and Clinical Practice menemukan bahwa individu yang sering makan sendirian mengalami peningkatan risiko obesitas hingga 45 persen dan sindrom metabolik hingga 64 persen.

Kerap makan sendirian bisa membuatmu terkena gangguan kesehatan.

Sering Makan Sendiri Berpotensi Pengaruhi Kesehatan Fisik dan Mental

Inibaru.id - Di Semarang, banyak tradisi yang hanya ada ketika bulan suci Ramadan datang. Salah satunya tradisi kopi Arab yang dilestarikan di Masjid Layur Semarang. Masjid yang sudah ditetapkan menjadi cagar budaya oleh Pemerintah Kota Semarang ini konon sudah melestarikan tradisi ini sejak lama.
<img src="/nuploads/89/kopi arab/Kopi%20Arab_Zulfa.jpg" alt="" width="1068" height="800" />
<code>Macam-macam rempah bahan kopi Arab. (inibaru.id/ Zulfa Anisah)</code>
Berbeda dengan kopi yang lainnya, kopi ini memiliki cita rasa rempah yang kuat. Menurut Ali Makhsum, takmir Masjid Layur, racikan kopi Arab ditambah tujuh macam rempah sehingga membuat cita rasa kopi ini menjadi berbeda. &ldquo;Jahe, kapulaga, cengkih, serai, pandan, jeruk wangi, dan kayu manis dimasak dengan air hingga mendidih, lalu tambahkan bubuk kopi dan gula secukupnya,&rdquo; tutur Ali menjelaskan proses pembuatan kopi Arab.
Karena banyak rempah yang ditambahkan, cita rasa kopi ini sangat sedap. Hampir mirip dengan wedang rempah, namun kopi ini nggak memiliki ampas rempah-rempah. Rasa pahit manis kopi dipadukan dengan pedas dan harumnya rempah membuat warga pun turut menikmatinya selepas tarawih di masjid ini. Untuk menyajikan kopi, takmir masjid menggunakan teko alimunium lalu dituang ke gelas berukuran kecil.
<img src="/nuploads/89/kopi arab/Kopi%20Arab_Zulfa4.jpg" alt="" width="1068" height="800" />
<code>Jemaah masjid yang berkumpul untuk menikmati kopi Arab. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)</code>
Ketika saya mencoba kopi ini, warga yang sedang berkumpul untuk menikmati kopi yang sama berseloroh &ldquo;Nanti nggak bisa tidur, lo!&rdquo; Pantas saja, sajian kopi ini menjadi teman ketika tadarus di Masjid Layur supaya tahan melek hingga larut malam.
Nggak hanya nikmat, kopi ini bisa bikin hangat tubuhmu karena ada kayu manis di dalamnya. Kopi ini disajikan menjelang berbuka dan ketika tadarus. berlangsung. &ldquo;Kalau berbuka disajikan dengan kurma dan takjil lainnya,&rdquo; tutur Ali.
<img src="/nuploads/89/kopi arab/Kopi%20Arab_Zulfa2.jpg" alt="" width="1068" height="800" />
<code>Proses persiapan pemasakan kopi Arab. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)</code>
Nggak sembarang orang bisa membuat kopi Arab ini, Millens. Ali mengatakan bahwa hanya dia dan takmir saja yang biasa membuat kopi ini. &ldquo;Saya yang membuat, resepnya dari keturunan Arab yang ada di sini,&rdquo; kata Ali. Buatmu yang penasaran dengan rasa kopi Arab, bisa mampir di Masjid Layur ya, Millens! (Zulfa Anisah/E05)

Selain menjadi cagar budaya, Masjid Layur Semarang mempunyai tradisi unik yang hanya hadir di bulan Ramadan. Kopi Arab! Kopi istimewa dengan tambahan berbagai rempah bercita rasa sedap bercampur pahitnya kopi. Tradisi menyajikan kopi Arab ternyata sudah ada sejak masjid ini didirikan.

Menyesap Sedapnya Kopi Arab di Masjid Layur Semarang

Inibaru.id &ndash;&nbsp;Para pencinta kopi acap bilang, kedai kopi bakal kembali didatangi pengunjungnya jika ia setidaknya punya dua hal, yakni menu kopi yang spesial dan&nbsp;rasa yang konsisten. Nah, Tekodeko Koffiehuis memiliki keduanya. Kedai kopi yang berada di kawasan Kota Lama Semarang itu&nbsp;punya menu kopi khas yang mereka sebut "kopi akulturasi".
Menu ini terbilang menarik lantaran memiliki rasa yang unik dan mereka klaim mampu menggambarkan&nbsp;perpaduan&nbsp;suku&nbsp;dan budaya di Kota Semarang, Jawa Tengah, yang terkenal beragam. Konon, ada proses panjang dalam "eksperimen" pembuatan kopi ini.&nbsp;Wah!
Kopi akulturasi menjadi kopi&nbsp;signature&nbsp;Tekodeko Koffiehuis sejak 2016 lalu.&nbsp;Untuk mewujudkan kopi ini,&nbsp;Tekodeko terlebih dulu melakukan experimen terkait berbagai budaya serta kebiasaan minum kopi di&nbsp;Kota ATLAS. Nggak hanya dari segi rasa, bentuk "akulturasi" itu juga mereka wujudkan dalam&nbsp;tampilan yang unik.
&nbsp;
<img src="/nuploads/60/2%20%283%29.jpg" alt="" width="800" height="531" />
Gambar di dinding Tekodeko yang menggambarkan benruk akulturasi di Semarang. (Inibaru.id/Hayyina Hilal)
Nah, sebagai wujud&nbsp;unsur Jawa pada kopi akulturasi, Tekodeko memiliki menu&nbsp;Kopi Gendhis. Yap, kopi ini memang terinspirasi dari suku Jawa yang ada di Semarang. Dalam bahasa Jawa, "gendhis" berarti gula. Seperti namanya, kopi ini bercita rasa manis, terutama pada bagian topping-nya.
Rasa manis itu muncul dari karamel yang merupakan taburan gula jawa (brown sugar) yang dibakar. Kalau&nbsp;kamu pencinta rasa manis yang berpadu dengan kelembutan kopi, Kopi Gendhis mungkin bakal cocok untukmu. Selain beraroma sedap, kopi ini bakal terasa lembut banget di mulut. Hm, nikmatnya!
<img src="/nuploads/60/3.jpg" alt="" width="800" height="531" />
Topping gula jawa yang dibakar, ciri khas dari citarasa Kopi Gendhis. (Inibaru.id/Hayyina Hilal)&nbsp;
Kemudian, ada Kopi Londo. Masyarakat Jawa zaman dulu menyebut orang Belanda sebagai "londo". Yap, kopi yang satu ini diciptakan&nbsp;sebagai&nbsp;cerminan kopi dari budaya minum kopi ala orang Belanda. Kopi akulturasi tersebut dibuat dari campuran kopi dan susu. Sebagai pelengkap yang&nbsp;Londo&nbsp;banget, cookies rempah&nbsp;atau camilan kecil ala Belanda bakal menemani Kopi Londo.
Sementara, unsur etnik Tionghoa dalam kopi akulturasi Tekodeko diwakili oleh Kopi Ceng Li. Kopi ini merupakan&nbsp;perpaduan antara kopi dengan teh. Sebagai pelengkap, kopi-teh tersebut juga diberi campuran susu agar rasa yang dihasilkan bisa seimbang atau dalam bahasa&nbsp;Tekodeko mencampurkan susu di dalamnya sehingga rasa yang dihasilkan seimbang. Dalam bahawa Tionghoa, "ceng (qing) li" memang&nbsp;&nbsp;artinya rasional, sesuai, masuk akal, atau seimbang.
Terakhir, Tekodeko memiliki Kopi Arab sebagai perwakilan dari unsur "Arab" di Semarang. Yang menarik dalam kopi ini adalah proses penyajiannya. Masyarakat keturunan Arab di Kampung Melayu, Semarang, rata-rata menyiapkan segelas kopi sembari menunggu waktu Magrib selama Ramadan. Nah,&nbsp;budaya ngopi inilah yang ditampilkan Tekodeko.&nbsp;
Perkenalkan Budaya
Ronny Jonathan, salah seorang pemilik Tekodeko Koffiehuis, mengatakan, kopi akulturasi memang sengaja diciptakan kedai kopinya untuk memperkenalkan kebudayaan yang ada di Semarang dan Kota Lama. Selain dari segi konsep, Tekodeko juga sengaja menggunakan kopi asli Indonesia.
&ldquo;Media kopi akulturasi ini usaha kami memperkenalkan budaya ngopi masyarakat Semarang. Sedangkan alasan kami memilih kopi asli Indonesia adalah untuk menunjukkan bahwa kopi kita nggak kalah enak dari kopi internasional,&rdquo; ungkap Ronny.
<img src="/nuploads/60/4%20%283%29.jpg" alt="" width="800" height="532" />
Sajian kopi akulturasi dengan menu makanan ala Tekodeko. (Inibaru.id/Hayyina Hilal)
Tertarik mencoba? Datanglah&nbsp;ke Kota Lama, tepatnya di Jalan Letjend Suprapto No 44 Semarang. Tekodeko Koffiehuis buka mulai pukul 09.00 hingga 23.00 WIB. Secangkir kopi di sini dibanderol dengan&nbsp;kisaran harga Rp 20.000-Rp.30.000. Yeah, sesuailah dengan rasa dan tampilannya!
Hm, syahdu! Sembari menyesap kopi akulturasi, kamu juga bisa menikmati suasana Kota Lama yang nggak pernah sepi dari pagi hingga malam menjelang. Dijamin balik lagi deh! Ha-ha.&nbsp;(Hayyina Hilal/E03)

Sobat Millens pernah coba kopi akulturasi? Coba deh mampir ke Tekodeko Koffiehuis. Di sana kamu bisa menikmati hidangan kopi unik yang mengenalkan multikulturalisme di Semarang. Seperti apa ya?