Menurutnya, sudah ada kesepakatan bahwa nggak ada kenaikan tarif saat periode mudik Lebaran, baik itu di moda transportasi darat, kereta api, kapal, maupun pesawat yang dikelola oleh BUMN.

"Kami komit hari ini, tidak ada kenaikan harga," ujarnya dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (22/1/2025).

Erick bilang, keputusan tersebut sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menjaga daya beli masyarakat, yang tentunya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.

"Semua ini kami pastikan mendorong ekonomi nasional yang bisa terus kita dukung pertumbuhannya sesuai arahan Bapak Presiden, dan juga menekan cost-cost yang memang dibutuhkan masyarakat pada saat ini," kata Erick.

Oh iya, selain memastikan nggak ada kenaikan tarif, BUMN juga bakal mengoptimalkan pelayanan selama masa libur Lebaran. Contohnya, pada transportasi kereta api, pengoptimalan layanan akan dilakukan pada kelas bisnis.

Untuk transportasi laut, akan ditingkatkan keselamatannya, mulai dari sisi kapal hingga ketersediaan pelampung. Selain itu, berkoordinasi dengan pemerintah daerah serta meningkatkan jaringan sinyal di wilayah laut untuk menjaga keamanan.

"Kami sudah bekerja bersinergi juga dengan Telkomsel untuk pengawasan keamanan. Jadi kalau dulu hilang sinyal di kelautan, nah sekarang ini sudah ada integrasi daripada hal itu. Hal-hal ini yang memang kita upayakan pelayanan itu ditingkatkan," kata Erick Thohir.

Ya, transportasi untuk mudik sudah dipersiapkan dengan baik. Yuk, kita bersemangat kerja dan mulai nabung agar bisa mudik dan berlebaran di kampung halaman nanti! (Siti Khatijah/E07)

Inibaru.id - Bagi yang kerap menggunakan transportasi umum, entah pesawat, kereta, atau bus, pasti sudah nggak asing dengan tarif tuslah.&nbsp;Itu adalah pembayaran atau biaya yang dibebankan kepada penumpang di luar tarif yang telah ditetapkan. Tuslah biasanya terjadi pada saat permintaan tinggi, kenaikan tarif BBM, dan menjelang Lebaran alias musim mudik.

Nah, kabar gembira datang dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. Dia memastikan nggak ada kenaikan tarif transportasi yang dikelola perusahaan pelat merah saat periode libur Lebaran 2025. Kemarin, Rabu (22/1/2025) Menteri Erick melakukan pertemuan dengan para direktur utama BUMN sektor perhubungan untuk mengantisipasi pergerakan masyarakat di periode libur Lebaran.

Nggak ada kenaikan harga tiket pada mudik Lebaran2025 pada moda transportasi berpelat merah. Hal itu dipastikan oleh Menteri BUMN, Erick Thohir.

Erick Thohir: Tarif Tiket Kendaraan Umum Nggak Naik saat Lebaran 2025

Memangnya, seistimewa apa sih tempat makan ini sampai begitu
terkenal di kawasan Sukoharjo dan Solo Raya? Hm, rasa nasi goreng yang disajikan setara nikmatnya dengan
perjuangan untuk mencapai warung tersebut. Maklum, untuk mencapai warung ini,
kamu harus melewati kawasan hutan jati. Kalau datangnya malam hari, banyak jalan
yang masih gelap karena belum dilengkapi dengan penerangan.

Tapi, begitu sampai ke warung yang buka dari pukul 18.30
sampai 04.00 dini hari tersebut, kamu bakal langsung disambut dengan aroma khas
nasi goreng yang dimasak dengan tungku arang. Kalau dari aromanya saja sudah
begitu menggoda, pasti bakal langsung terbayang kan selezat apa nasi goreng jumbo
yang dibikin Pak Basiyo?

Karena dimasak dengan tungku arang kecil, wajar kalau kamu
juga harus menunggu cukup lama. Maklum, selain banyak orang yang datang, Pak
Basiyo hanya bisa memasak nasi goreng satu per satu. Tapi, berkat hal ini, dia
jadi bisa menyesuaikan selera pelanggan deh. Intinya sih, rasanya pasti bakal
bikin puas!

Begitu nasi goreng sampai di hadapanmu, kamu juga bakal
menikmati hal menarik lainnya, yaitu angin khas pedesaan yang sejuk dan suara serangga
yang bikin suasana semakin menenangkan. Kalau cuaca sedang cerah, kamu bisa lo duduk lesehan di pekarangan rumah Pak Basiyo yang masih asri. Hm, pantas saja banyak orang yang ketagihan
makan langsung di sana.

“Nasi gorengnya juara! Smoky authentic. Antre agak
lama karena buatnya satu per satu. Tempatnya juga cukup tersembunyi,” ucap salah
seorang pengulas di Google yang memberikan bintang lima setelah makan di sana pada
Desember 2024, Dede Galih.

Selain nasi goreng, ada juga olahan bihun yang nggak kalah
nikmat di sini. Jadi, kalau kamu makan ramai-ramai dengan teman atau keluarga,
bisa kok memesan menunya satu per satu agar bisa mencicipi semuanya. Soal
harga, nggak usah khawatir, per orang nggak akan habis lebih dari Rp25 ribuan, kok. Masih ramah di kantong. 

Jadi, kapan nih kita mampir ke hidden gem kuliner Sukoharjo
bernama Nasi Goreng Pak Basiyo ini?&nbsp;(Arie Widodo/E10)

Inibaru.id – Jika sebuah tempat makan berada di kawasan
pelosok pedesaan tapi namanya termahsyur seantero kabupaten, pastilah tempat
makan tersebut istimewa. Status inilah yang disandang Nasi Goreng Pak Basiyo
yang dikenal sebagai salah satu hidden gem kuliner Sukoharjo, Jawa
Tengah.

Berlokasi di Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Nasi Goreng Pak
Basiyo berjarak kurang lebih 10 kilometer ke arah tenggara dari Alun-alun Satya
Negara Sukoharjo. Warung ini lebih dekat dengan aliran Sungai Bengawan Solo
yang jadi perbatasan dengan Kabupaten Wonogiri.

Warungnya ada di kawasan pelosok pedesaan yang jauh dari pusat kota Sukoharjo, Jawa Tengah. Tapi, kepopuleran Nasi Goreng Pak Basiyo sudah tersebar di seantero Solo Raya. Memangnya, selezat apa sih nasi goreng di sana?

Nasi Goreng Pak Basiyo, Hidden Gem Kuliner Sukoharjo

Masalahnya, jumlah populasi yang sangat sedikit di Albinen
ini terus berkurang dalam beberapa tahun belakangan. Ditambah para pemudi pemudanya enggan untuk tinggal di kawasan pedesaan karena merasa kurangnya kesempatan meraih kesuksesan ketimbang di perkotaan. Ya, sulit untuk menarik perhatian
mereka untuk kembali tinggal di desa-desa yang mengalami penurunan populasi,
termasuk di Albinen.

Makanya, pemerintah Swiss berjanji akan memberikan uang 20
ribu CHF alias Rp360 jutaan bagi generasi muda dengan usia kurang dari 45 tahun
kalau mau menetap di desa tersebut. Bahkan, uang tambahan akan diberikan
sebanyak 10 ribu CHF alias Rp180jutaan kalau meeka juga mengajak anak-anaknya tinggal di Desa Albinen, Swiss.

Tapi, bukan berarti kamu bisa asal pindah ke Desa Albinen
untuk mendapatkan insentif menggiurkan tersebut, ya, Millens. Ada syarat
yang harus dipenuhi kalau pengin tinggal di Desa Albinen dan mendapatkan
insentifnya. Berikut adalah syarat-syarat tersebut.

Duh, persyaratannya ternyata cukup berat, terutama saat&nbsp;diwajibkan bisa membeli rumah dengan harga yang cukup mahal
tersebut. Tapi, kalau kebetulan kamu punya uang yang cukup, nggak ada salahnya
lo mencoba.

Soalnya, meski jauh dari mana-mana, Albinen punya
pemandangan alam luar biasa yang nggak akan pernah bikin kamu bosan. Desa ini
juga nggak terpencil banget karena sudah dilengkapi dengan jaringan bus menuju
Kota Leuk yang jaraknya hanya 20 menit jika kamu naik bus umum.

Gimana, tertarik untuk pindah ke Desa Albinen di Swiss?
Ingat, pastikan dulu kamu memenuhi persyaratan tadi, ya!&nbsp;(Arie Widodo/E10)

Inibaru.id – Jika merujuk pada negara tujuan wisata
di Eropa, Swiss pasti jadi salah satu tempat yang paling diidam-idamkan banyak
orang. Maklum, selain tergolong negara maju, Swiss juga kaya akan pemandangan
alam yang indah. Nah, belakangan ini, pemerintah setempat memberikan tawaran
Rp540 jutaan buat siapa saja yang mau tinggal di Desa Albinen, Swiss. Kamu
tertarik, Millens?

Albinen adalah sebuah desa yang ada di Pegunungan Alpen yang
berjarak kurang lebih 111 kilometer dari Ibu Kota Bern. Berlokasi di Distrik
Leuk, Canton Valais, per 2018 lalu, populasi di sana hanyalah 238 orang saja.
Berada di ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut (mdpl), iklim di
Albinen sejuk dengan pemandangan alam yang sangat memukau.

Mengalami masalah penurunan populasi, pemerintah setempat menawarkan siapa saja yang mau tinggal di Desa Albinen di Swiss insenfit sampai Rp540 jutaan. Apa syarat-syaratnya, ya?

Mau Tinggal di Desa Albinen, Swiss? Pemerintah Bakal Siapkan Uang Rp540 Juta Buatmu!

Sebagai upaya memastikan layanan tetap berjalan, KAI melakukan pengalihan rute perjalanan pada beberapa kereta api per Kamis, 23 Januari 2025. Kereta yang terdampak rekayasa pola operasi antara lain:

Selain rekayasa pola operasi, KAI juga membatalkan beberapa perjalanan kereta api pada Kamis, 23 Januari 2025, di antaranya:

Franoto menambahkan bahwa KAI menyampaikan permohonan maaf kepada pelanggan atas gangguan perjalanan ini. 

"KAI menyampaikan permohonan maaf kepada para pelanggan atas gangguan perjalanan ini. Bagi pelanggan yang terdampak akibat pembatalan perjalanan, dapat membatalkan tiketnya di stasiun dan bea tiket akan dikembalikan 100 persen maksimal 7 hari sejak tanggal keberangkatan kereta api yang tertera di tiket,” jelas Franoto.

KAI terus memantau kondisi di lapangan dan akan memberikan pembaruan informasi secara berkala. Keselamatan dan kenyamanan pelanggan tetap menjadi prioritas utama.

"Service recovery juga diberikan kepada para pelanggan dengan keterlambatan KA lebih dari 60 menit, dengan pemberian berupa air mineral hingga makanan berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tutup Franoto.

Untuk informasi lebih lanjut terkait jadwal perjalanan atau proses pengembalian tiket, pelanggan dapat menghubungi layanan media sosial KAI121, e-mail: cs@kai.id, atau WhatsApp KAI121 di nomor 0811-1211-1121.

Duh, kacau ya kalau rel terendam banjir. Semoga kondisi ini cepat berlalu sehingga perjalanan kembali lancar ya, Millens. Kalau perjalanan keretamu terdampak juga nggak?&nbsp;(Siti Zumrokhatun/E10)

Inibaru.id – PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 4 Semarang masih menerapkan rekayasa pola operasi akibat banjir yang mengganggu jalur kereta di Km 32+5/7 antara Stasiun Gubug dan Stasiun Karangjati, Kabupaten Grobogan. Hingga Kamis pagi, perbaikan masih berlangsung dengan fokus pada pengeceran batu kricak di jalur terdampak.

Franoto Wibowo, Manager Humas Daop 4 Semarang KAI menyampaikan bahwa hingga saat ini telah dilakukan pengeceran batu kricak sebanyak 2.500 ton atau sekitar 3.800 meter kubik. 

“Daop 4 Semarang telah melakukan pengecekan batu kricak sebanyak 2.500 ton atau sekitar 3.800 meter kubik pada jalur yang terdampak. Semoga hari ini salah satu jalur dapat selesai diperbaiki, dan segera bisa dilalui oleh kereta api,” ungkapnya.

Banjir yang melanda Grobogan masih mengganggu operasional kereta api, memaksa PT KAI Daop 4 Semarang menerapkan rekayasa pola operasi dan membatalkan sejumlah perjalanan. Upaya perbaikan jalur terus dilakukan agar layanan kembali normal.

Hari Ketiga Banjir Grobogan, KAI Masih Terapkan Rekayasa Operasi dan Pembatalan Perjalanan

Salah satu tempat di mana kompetisi Pathol Sarang masih rutin
digelar adalah Desa Karangmangu. Biasanya sih, kompetisinya jadi salah satu
rangkaian acara sedekah laut. Alasannya, tentu saja karena kompetisi ini bisa
bikin tradisi tersebut jadi semakin meriah.

“Kompetisinya digelar di desa maupun kecamatan. Biasanya
momentumnya pas sedekah laut. Kebanyakan yang jadi peserta adalah para nelayan
di Kecamatan Sarang. Tapi, banyak pula dari kecamatan lain atau bahkan dari luar
Kabupaten Rembang seperti Jombang, Tuban, dan Pati,” ucap Kepala Desa
Karangmangu Jumali sebagaimana dinukil dari Jatengprov, Kamis (9/3/2023).

Aturan dari gulat tradisional ini sederhana, yaitu para
peserta harus adu kekuatan sampai ada salah satu peserta yang jatuh di arena
beralaskan pasir dengan ukuran 10 x 10 meter. Meski sederhana, nyatanya setiap
kali ada pertandingan, penonton akan membeludak. Mereka juga meneriakkan
dukungan yang bikin suasana kompetisi jadi semakin meriah.

O ya, pada zaman Majapahit dulu, Pathol digelar sebagai seleksi
prajurit. Nah, karena Rembang adalah kawasan pesisir, peserta pathol tentu saja
kebanyakan adalah para nelayan yang fisiknya dikenal kuat.

Sayangnya, tatkala Belanda menjajah, Pathol justru dijadikan
tontonan bagi Bangsa Eropa yang pengin melihat warga lokal saling adu kekuatan.
Mirip seperti orang menonton olahraga tinju pada zaman sekarang gitu. Yang
lebih mengenaskan, kala itu, Pathol juga jadi ajang perjudian, lo!

Untungnya, setelah Indonesia merdeka, Pathol Sarang nggak
lagi dijadikan ajang perjudian. Kompetisi ini justru jadi tradisi yang terus
dilestarikan dan jadi ajang silaturahmi peserta dari Rembang atau dari
wilayah-wilayah lain. 

Semoga saja ya, Millens, anak cucu kita nanti juga
masih bisa melihat langsung keseruan gulat tradisional Pathol Sarang ini. (Arie
Widodo/E05)

Inibaru.id – Sejarah mencatat Zaman Majapahit selesai
pada 1527 alias hampir 5 abad silam. Tapi, berbagai warisan dan peninggalannya
masih bertahan hingga sekarang. Salah satunya adalah olahraga tradisional yang masih
bisa kamu lihat di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pathol Sarang, namanya.

Pathol Sarang sebenarnya termasuk dalam olahraga berjenis
gulat tradisional. Sekilas mirip dengan sumo khas Jepang gitu. Sebenarnya sih, olah
raga ini bisa disebut dengan Pathol saja. Adanya embel-embel Sarang disebabkan
oleh masih lestarinya olahraga ini di kecamatan dengan nama tersebut di Rembang.
Bahkan, di sana setiap tahunnya masih rutin digelar kompetisi Pathol Sarang, Millens.

Ternyata, Indonesia juga punya gulat tradisional yang sudah eksis sejak lama. Pathol Sarang namanya. Konon, olahraga ini sudah ada sejak zaman Majapahit!

Pathol Sarang, Gulat Tradisional Khas Rembang yang Eksis Sejak Zaman Majapahit

Willy adalah salah
seorang pedagang dadakan yang selama tiga tahun terakhir mengadu nasib dengan berjualan bendera menjelang Agustusan di sekitar Jalan Setiabudi, Kota Semarang. Sebagai perantau dari Tasikmalaya, usaha musiman ini dilakoninya demi menopang biaya hidup di Kota Lunpia.

“Dari dulu mangkal di
sini. Nggak mau pindah, takut langganan pada nyariin,” ungkap lelaki yang sudah membuka lapaknya sejak awal Agustus ini.

Seperti penjual
bendera lainnya, terdapat berbagai macam bendera yang dia jual. Harganya pun
beragam, dari yang puluhan hingga ratusan ribu. Namun, di antara para penjual di pinggir jalan itu, bentuk, jenis, bahan, dan harga dagangan mereka biasanya nggak jauh berbeda.

Usut punya usut, sebagian orang-orang ini rupanya mengambil barang dari tempat yang sama, yang kerap disebut sebagai "bos". Nah, Willy yang sebetulnya tinggal di Bandung memilih mengambil stok dari bos yang dia kenal di Cimahi, Jawa Barat.

“Di sini&nbsp;mah&nbsp;ngontrak. Rumah di Bandung, saya ambil
barang di Cimahi,"&nbsp;aku Willy, sesaat sebelum Hari Kemerdekaan RI. "Teman-teman yang lain juga banyak yang nyetok dari situ.”

Dia bukanlah satu-satunya perantau dari Jawa Barat yang jualan bendera di Semarang. Menurut pengakuannya, banyak orang Sunda yang mengadu nasib di ibukota Jawa Tengah ini. Mereka tersebar di berbagai lokasi, berjualan bendera menjelang Agustusan.

Penjual bendera dadakan lain yang berasal dari Tanah Sunda adalah
Deden. Dibanding Willy, lelaki asal Tasikmalaya sudah berjualan jauh lebih lama di Semarang. Dia biasa mangkal di&nbsp;bawah jembatan tol Tembalang.

Laiknya Willy, Deden juga mengambil barang dari Cimahi. Dulu, awal berjualan, dia menggelar lapak di Jalan Sriwijaya, Semarang Selatan. Namun, lelaki yang memulai usaha berjualan bendera sejak 2008 silam itu kemudian memilih pindah ke Tembalang.&nbsp;

“Pindah ke sini karena lebih adem dan dekat sama
kontrakan!” seru Deden, mengisap rokok di tangannya, lalu tertawa.

Konsisten berjualan selama lebih dari 12 tahun membuat Deden memiliki cukup banyak pelanggan. Dia bahkan bekerja sama dengan warga sekitar untuk urusan penyediaan bambu-bambu penyangga bendera.

Oya, menurut pengakuan Deden, menjelang Agustusan, orang-orang dari Jabar memang banyak yang datang ke Semarang untuk berjualan bendera. Seperti dirinya, mereka juga menggelar barang dagangan tersebut di pinggir jalan.

“Kalau yang dari Garut biasanya sudah ngelapak sebulan sebelum 17 Agustus. Kalau dari Tasikmalaya atau Cianjur, biasanya seminggu atau dua
minggu (menjelang Agustusan),” pungkasnya. 

Wah, ternyata selain
bikin warung makan burjo yang enak buat nongkrong, akang-akang
Sunda rupanya banyak juga yang ke Semarang untuk "memeriahkan" kemerdekan Indonesia ya, Millens!&nbsp;(Bayu N/E03)

Inibaru.id - Perayaan kemerdekaan di Indonesia yang biasa dikenal sebagai "Agustusan" tak lengkap rasanya tanpa ritual pengibaran bendera. Sejak awal Agustus, Merah-Putih biasanya telah berkibar di mana-mana. Hal tersebut tentu menjadi berkah bagi para penjual bendera.

Di Kota Semarang, nggak sulit menemukan para pelapak bendera ini. Beberapa di antaranya berjualan sepanjang tahun, tapi ada juga pedagang musiman yang hanya berjualan menjelang perayaan ulang tahun Indonesia yang tahun ini menginjak usia ke-76.

HUT ke-76 Indonesia baru saja berlalu. Para penjual bendera musiman juga sudah mulai sepi di sejumlah titik di Kota Semarang. Gimana peruntungan mereka selama Agustusan tahun ini?

Penjual Bendera dari Sunda yang 'Meriahkan' Agustusan di Kota Lunpia

Gegap gempita ini sudah terlihat sejak dua minggu lalu. Di pinggir jalan, kamu bakal dengan mudah melihat para penjual dadakan menggelar dagangan berupa bendera berbagai ukuran dan pernak-pernik Agustusan di pinggir jalan.

Willy, salah seorang penjual bendera di Kota Semarang mengatakan, animo masyarakat untuk merayakan kemerdekaan dengan memasang Merah-Putih agaknya nggak pudar meski mereka masih berada di tengah pandemi.

Kendati merasakan adanya penurunan omzet selama pandemi, dia nggak merasakan adanya lonjakan atau penurunan yang signifikan dibanding tahun lalu.

“Tahun ini Covid-19
tambah parah. Namun, ternyata (omzet) nggak jauh beda juga sama tahun lalu,” ungkap lelaki asal Bandung itu.

Berdasarkan
tuturannya, hampir setiap hari pasti ada yang membeli bendera dagangannya, meski jumlahnya nggak banyak.

"Untuk sekarang, yang penting ada
(yang beli) sudah cukup," terang Willy saat ditemui&nbsp;di lapaknya yang berlokasi di Jalan Setiabudi, Jumat (13/8/2021).

Lelaki berusia menjelang 30 tahun tersebut memaparkan, saat ini bendera yang paling banyak dicari adalah yang berukuran satu meter. Menurutnya, bendera tersebut memang paling fleksibel, bisa dipasang di mana saja.
Selain itu harganya juga lumayan terjangkau, yakni sekitar Rp 70 ribuan.

Selain yang berukuran semeter, dia juga mengaku menjual bendera dengan ukuran yang lebih panjang. Yang ada bordiran Garuda harganya sekitar Rp 300 ribu. Bendera itu biasanya dicari instansi atau kantor pemerintahan.

“Ada juga yang kecil,
yang beli pelajar. Cuman, sekarang sepi karena sekolah libur,” keluhnya sembari kembali menata bendera-bendera yang masih terlipat rapi di hadapannya tersebut.

Setali tiga uang, Deden juga merasakan hal serupa. Penjual bendera dadakan yang biasa mangkal di daerah Ngesrep, Kota Semarang ini juga tampak cemas dengan daganannya yang belum juga terjual habis. Ditemui Inibaru.id pada Jumat (13/8), dia terlihat bosan. Lapaknya sepi.&nbsp;

Lelaki yang sudah menjadi penjual bendera musiman sejak 2008 itu nggak menampik bahwa pandemi cukup berdampak pada usahanya tersebut. Tahun ini, Deden mengaku mengandalkan
pelanggannya saja. Dia terbilang beruntung karena selalu melapak di tempat yang sama banyak yang mengenalnya.

“Wah, kalau nggak
punya pelanggan bakal susah," kata penjual asal Tasikmalaya yang saban hari memilih mangkal di bawah jembatan tol Ngesrep itu. "Hari ini saja belum ada yang beli.”

Dampak
pandemi memang nggak main-main. Upacara yang dibatasi, kerumunan yang dilarang, dan pelbagai perayaan yang nggak diizinkan besar kemungkinan bakal membuat bendera-bendera yang jadi penopang Willy, Deden, dan ribuan orang penjual lain nggak bakal ludes terjual.

Terbelenggu pandemi memang membuat kita kesulitan mencerna arti kemerdekaan. Namun, nggak ada salahnya mengibarkan Merah-Putih, Millens!&nbsp;Semoga perjuangan kita untuk lepas dari wabah corona ini segera membuahkan hasil, ya!&nbsp;(Bayu N/E03)

Inibaru.id -&nbsp;Seperti biasa, tanggal
17 Agustus selalu diwarnai dengan dikibarkannya bendera Merah Putih di berbagai
tempat. Bendera ini biasanya dipasang bersanding dengan pelbagai umbul-umbul, pernak-pernik, hingga lampu warna-warni untuk menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia.

Pandemi Covid-19 rupanya nggak menyurutkan niat orang-orang untuk tetap merayakan kemerdekaan mereka yang ke-76. Di berbagai sudut, kamu bisa dengan mudah melihat bendera yang kali pertama dijahit oleh Fatmawati, istri Presiden ke-1 RI Sukarno, tersebut.

Duka mendalam selama pandemi Covid-19 rupanya nggak menyurutkan semangat masyarakat Tanah Air untuk merayakan kemerdekaan. Kendati nggak bisa menggelar keramaian untuk 'Agustusan', bendera Merah-Putih rupanya tetap nggak lupa mereka kibarkan.