Inibaru.id - Congklak adalah permainan tradisional yang memiliki banyak nama di Indonesia. Di Jawa, masyarakat mengenalnya sebagai dakon. Sementara, di pelbagai tempat di negeri ini, congklak juga dikenal sebagai mokaotan, maggaleceng, aggalacang, nogarata, dan dentuman lamban.
Memainkan congklak tidaklah sulit, asalkan ada papan dan biji congklak, plus teman bermain, karena memainkannya nggak bisa sendirian. Untuk memainkannya pun gampang. Secara bergantian, pemain mengambil semua biji di satu ceruk, kemudian menyebarkannya ke ceruk yang lain.
Papan congklak modern yang unik. (Instagram/kemenpora)
Secara umum, congklak memiliki 14 ceruk sama besar yang terbagi dalam dua lajur. Lalu, ada dua ceruk besar di ujung kedua lajur itu, yang biasa disebut lumbung. Masing-masing pemain memakai satu lumbung.
Baca Juga:
Gampang Banget, Bikin Papan Congklak Sendiri, yuk!
Temuan Situs Batu Dakon di Nusantara, Berhubungan dengan Permainan Congklak?
Permainan dinyatakan selesai saat biji di ke-14 ceruk habis, berpindah ke lumbung. Pemain dengan jumlah bijinya di lumbung lebih banyak dianggap sebagai pemenang.
Bermain congklak. (Instagram/agk_cinema_photography)
Filosofi Congklak
Lebih dari sekadar permainan, congklak sejatinya juga penuh filosofi, lo, Millens. Saat memulai permainan, tiap ceruk diisi oleh tujuh biji. Jika kamu jeli, tiap pemain juga "berhak" atas tujuh ceruk. Angka tujuh dimaknai sebagai jumlah hari dalam seminggu.
Saat permainan dimulai, pemain akan mengambil biji congklak dari satu lubang, dan mengisi lubang lain termasuk lubang lumbung yang ada di kedua sisi papan. Cara bermain tersebut dimaknai bahwa apa yang kita lakukan hari ini akan berpengaruh pada masa depan kita dan orang lain.
Biji congklak dalam ceruk. (Flickr/peter)
Ketika biji congklak diambil, ini menggambarkan bahwa hidup haruslah memberi dan menerima, sehingga dapat tercipta keseimbangan. Biji yang diambil satu per satu menandakan bahwa dalam hidup kita harus berlaku jujur, meski membutuhkan usaha dan waktu yang lebih lama.
Baca Juga: Bentikan, Mabar Generasi Awal Milenial yang Nggak Kalah Mengasyikkan
Lalu, cara menaruh biji yang dilakukan satu per satu juga punya filosofi, yakni kita harus memiliki tabungan untuk masa depan. Jika mendapat rezeki, kita dapat menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan, tapi secukupnya saja. Rezeki yang tersisa dapat disimpan dan dibagikan ke saudara, tetangga, dan orang lain yang membutuhkan.
Permainan congklak juga dikenal di luar negeri, tapi dengan enam ceruk. (Instagram/mon.auale)
Mempertahankan Diri
Pada permainan congklak, pemain sebaiknya nggak boleh mengisi lubang lumbung milik lawan. Ini karena untuk memenuhi kebutuhan hidup, seseorang harus bertanggung jawab pada dirinya sendiri.
Baca Juga:
Congklak, Salah Satu Permainan Tertua di Dunia
Dakon, Permainan Tradisional yang Hampir Punah
Permainan congklak pada dasarnya merupakan permainan mempertahankan biji congklak yang kita miliki, agar nggak habis diambil lawan. Ini adalah filosofi bertahan hidup, yang dilakukan dengan cara yang jujur dan strategi masing-masing.
Bermain congklak bersama. (Flickr/adnanalley)
Pada akhir permainan, pemain dengan jumlah biji congklak terbanyak adalah "pemenang"-nya. Maksudnya, orang sukses adalah yang memiliki amal kebaikan lebih banyak, menabung lebih banyak, dan tahu strategi yang tepat.
Nah, kendati dimainkan berhadapan alias duel, congklak bukanlah tentang menang dan kalah, lantaran permainan nggak lantas kelar saat ceruk kecil habis. Pemain boleh mengulangi permainan itu, lagi dan lagi. Yap, ini karena dalam congklak, yang penting adalah memaknai permainan itu.
Congklak menjadi permainan yang penuh makna. (Flickr/gedelila)
Hm, kendati dampak sederhana, rupanya begitu indah makna di balik permainan congklak ya, Millens. Berminat memainkannya? (MG28/E03)